Mohon tunggu...
Risa Pratiwi
Risa Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa aktif jurusan Ilmu Komunikasi, suka mengesplore banyak hal disegala kesempatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tegak Gede, Sebuah Tradisi Pawiwahan Khas Di Desa Sepang

10 Oktober 2025   11:16 Diperbarui: 10 Oktober 2025   11:17 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Sepang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng Bali, memiliki ketertarikannya sendiri. Selain dari hasil kopinya yang melimpah, desa Sepang juga memiliki tradisi unik dan khasnya tersendiri yang dijaga secara turun temurun. Tegak Gede, adalah salah satu tradisi yang masih dijaga sampai saat ini. Dimana tradisi ini merupakan bagian dari serangkaian prosesi pawiwahan di desa Sepang sebagai simbol pengesahan upacara pernikahan secara adat yang dilambangkan dengan makan bersama, dan tradisi ini hanya khusus dilakukan untuk krama laki-laki yang berstatus meminang, bukan dipinang. "Sesi Tegak Gede yang saya pernah lakoni adalah dimana setelah melakukan sesi mesakapan, lalu dilaksanakan sesi Tegak Gede dimana para prajuru adat, saksi, kedua belah pihak orang tua dari pasangan yang menikah, dan pemangku duduk bersama dalam satu meja disuguhi penuh dengan berbagai makanan dan minuman lalu makan bersama. Sebagai tanda pengesahan bahwa pengantin telah sah menikah dan dengan penuhnya makanan menjadi doa dan harapan kelak pengantin tidak kekurangan makanan dan hasil pangan" ungkap Luh Ayu Cendani, salah satu warga desa Sepang.

Pada umumnya dalam upacara pawiwahan terdapat Tri Upasaksi (tiga saksi) yaitu, Dewa Saksi (Tuhan), Manusa Saksi (Manusia), dan Bhuta Saksi (Bhuta kala) yang menjadi syarat pengesahan pernikahan dalam agama Hindu. Hal ini juga berlaku dalam prosesi Tegak Gede, dimana adanya Banten Peras Pejati sebagai simbol Dewa Saksi dan Segehan sebagai Bhuta Saksi, serta melibatkan 33 keluarga krama adat wea (warga asli yang merupakan pionir) di desa Sepang sebagai Manusa Saksi. Hal tersebut mulanya sudah menjadi aturan, namun seiring berjalannya waktu adanya penyesuaian, dimana Manusa Saksi dapat diwakilkan paling sedikit oleh 12 anggota keluarga dari kedua mempelai yang didampingi oleh prajuru adat. “Upasaksi ring linggih ageng/tegak gede, upasaksi tri saksi, yang pertama Dewa Saksi wujud Banten Peras Pejati, kedua Manusa Saksi wujud disaksikan oleh warga dengan hidangan dimeja kalau mengijinkan sebanyak 33 orang, dan atau jumlah ganap sesuai situasi kondisi, ketiga Bhuta Saksi wujud segehan dan setelah memargi bek embuh dilengkapi nasi dan lauk disuguhkan dibawah disamping segehan” ucap I Nyoman Sudianto, Ketua Suka Duka desa Sepang.

Prosesi Tradisi Tegak Gede (Sumber: I Nyoman Sudianto, 2025)
Prosesi Tradisi Tegak Gede (Sumber: I Nyoman Sudianto, 2025)

Dalam prosesi Tegak Gede ada yang dinamakan Bek Mbuh, dimana ini merupakan persembahan yang diletakan diatas dua buah dulang, pertama berisi banten dan yang kedua berisi dua buah nasi tumpeng sebagai simbol Purusa (laki-laki) dan Pradana (perempuan). Selain itu juga ada Segehan yang akan dihaturkan bersama makanan yang dihidangkan sebagai simbol Bhuta Saksi. Pelaksanaanya dilakukan setelah mesakapan, seluruh saksi terlibat dipersilahkan duduk melingkari sebuah meja (dengan mempelai duduk menghadap banten) yang sudah disajikan makanan dan minuman, dilanjutkan dengan pembukaan oleh Tetua Keluarga. Kemudian para saksi Tegak Gede terutama prajuru adat akan memberikan petuah atau pesan-pesan kepada mempelai, setelah itu prajuru adat memotong nasi tumpeng yang sudah disediakan, nasi tumpeng itu kemudian dibagi sepotong dengan lauknya untuk dipersembahkan bersama segehan sebagai simbol pengesahan Bhuta Saksi, sepotong untuk mempelai dan sepotong lagi untuk dibagikan kepada setiap orang yang menjadi saksi dalam Tegak Gede. “Dalam mempersembahkan Bek Mbuh, disimbolkan dengan dua buah tumpeng sebagai purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan) makadari itu dua tumpeng ini menjadi unsur utama dalam pelaksanaannya, dan dalam rentetan prosesinya harus dihadiri paling sedikit 12 orang dari keluarga mempelai yang duduk berjejer menghadap hidangan, 6 di kiri dan 6 di kanan” jelas Ketut Darmika, Wakil Dadia desa Sepang.

Setelah persembahan Bek Mbuh, mempelai dan para saksi mengawali Tegak Gede dengan proses membasuh tangan secara bergiliran lalu dipersilahkan untuk menikmati hidangan, tak lupa juga para undangan yang hadir dalam acara pawiwahan juga dipersilahkan untuk ikut makan bersama. Selesai menyantap makanan saksi Tegak Gede kembali membasuh tangan, prosesi ini kemudian diakhiri dengan merobek janur pada peras dalam banten Peras Pejati sebagai simbol pengesahan Dewa Saksi. “Ada namanya pewacekan atau tempat membasuh tangan, itu dijalankan terlebih dahulu baru depersilahkan untuk makan, sehabis makan juga kembali melakukan pembasuhan tangan, ini dilakukan dua kali diawal dan diakhir sebagai simbol pembersihan” lanjut Ketut Darmika.

Adapun makanan yang dihidangkan pada prosesi Tegak Gede juga memiliki aturannya sendiri, dimana harus menghidangkan dua macam lawar yaitu lawar merah dan lawar putih serta jukut (daging berkuah). Daging yang digunakan dalam olahan makanan tersebut juga harus terdiri dari dua jenis, yaitu babi dan ayam sehingga dapat menyesuaikan dengan tamu undangan. ‘Makanan yang harus ada itu lawar barak (merah) dan lawar putih, terus rawon atau jukut itu juga harus ada dan harus dua jenis, babi dan juga ayam” ungkap Ketut Darmika. 

Tegak Gede dalam setiap prosesinya memiliki makna, dimana makna dari Bek Mbuh adalah harapan agar mempelai dapat saling mengisi kekurangan masing-masing sehingga saling melengkapi, sedangkan saat prosesi makan bersama itu dimaknai sebagai silaturahmi antara keluarga mempelai, harapan agar mempelai kedepannya tidak kekurangan bahan pangan dan sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur atas adanya kehadiran krama baru.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun