Mohon tunggu...
I Putu Merta
I Putu Merta Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Love What You Do, Do What You Love

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Esensi Gugon Tuwon dalam Kata "Nak Mula Keto" di Bali

22 Juni 2022   10:04 Diperbarui: 22 Juni 2022   10:16 1969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu saya kedatangan teman lama dari Surabaya, Ia sudah sering datang ke bali baik untuk kerja ataupun untuk liburan, karena seringnya Ia bolak balik ke Bali sudah dipastikan Ia memiliki banyak kawan orang Bali. 

Ketika saya pergi mengunjunginya di salah satu hotel di area Kota Denpasar, Ia bercerita tentang mobil dan motor di salah satu rumah kolega bisnisnya di hias dan di upacarai dan ketika teman saya tersebut menanyakan hal itu, koleganya menjelaskan bahwa hari itu adalah hari “Tumpek Landep”. Lebih lanjut teman saya menanyakan lebih dalam lagi dan dijawab “nak mule keto/ memang seperti itu” tradisi di Bali jawab koleganya. 

Dalam kasus seperti itu bagi saya dan orang Bali tentunya tidak akan heran karena pada hari itu bertepatan dengan hari Tumpek Landep, namun bagi pelancong yang dari luar Bali tentunya hal tersebut sangat unik. 

Saat ditanya kenapa kendaraan yang “dirias” saat tumpek landep, kebanyakan dari kita hanya bisa menjawab “nak mule keto / memang sepeti itu”. Di Bali kalimat “nak mule keto” umum digunakan oleh masyarakat Bali untuk menjawab pertanyaan yang biasanya terkait tentang adat, budaya dan agama. 

Pemakaian kalimat nak mule keto sudah membudaya dan diyakini berasal dari filsafatGugon Tuhon/Tuwon” yang sudah ada sejak dulu. Gugon Tuhon berasal dari kata Gugon yang artinya gugu atau percaya, Tuhon/Tuwon yang berarti tuhu/tau/bijaksana, jadi Gugon Tuhon/Tuwon memiliki arti percaya dengan/pada kebijaksanaan (orang yang dianggap bijaksana atau yang tau). 

Selain itu kata “nak mule keto” ini dulu sering diucapkan oleh para orang tua di Bali. Ketika anak-anak mereka bertanya tentang ini itu, jawaban singkatnya adalah “Nak mula keto”, sehingga tidak ada perdebatan lagi. Bertahun-tahun lamanya hal ini terjadi dan tatanan masyarakat Bali, sehingga di Bali sedikit sekali perdebatan, karena mereka tau, ada beberapa hal yang memang tak patut dipertanyakan.

Filosopi Gugon Tuhon “nak mule keto” diyakini sebagai salah satu alasan kenapa secara umum orang Bali tergolong militan dalam ber-adat istiadat. 

Rasa yakin yang kuat kepada yang tau dibangun turun temurun dan menghasilkan masyarakat yang setia dan solid dalam menjunjung adatnya. Kita sering melihat dan sadar betapa militannya orang Bali menjalankan adat saat ada perayaan ritual keagamaan. Walaupun perayaannya tidak murah, seluruh elemen masyarakat akan tumpah ruah berpartisipasi untuk menyukseskannya.

Gugon Tuhon “nak mulo keto” memang menjadi filosopi yang memperkuat kerangka adat?

Bali, sebuah pulau kecil ditengah gempuran arus globalisasi. Globalisasi membuat Bali memancarkan aroma harum berkesempatan dalam berbagai hal hingga orang-orang yang terbius dari berbagai sudut bumi datang dan membawa kebiasaan asalnya. Dari sudut pandang ekonomi efeknya sangat positif, namun dilihat dari sisi budaya dan tradisi tidak selamanya demikian. 

Sekarang saja kita sudah bisa merasakan akibat akulturasi budaya, seperti pemberian nama orang Bali yang mulai kebarat-baratan dan/atau keindia-indiaan, gaya hidup hedonisme, yang paling sederhana pernahkah kita melihat anak-anak Bali bermain permainan tradisional?  yang kita lihat justru banyak anak - anak bermain gadget besar layaknya talenan dan mojok di wifi umum. 

Apa yang kita semua takutkan adalah nantinya akan bisa timbul pergeseran budaya ke arah asimilasi, dimana budaya asal ditinggalkan dan digantikan oleh budaya baru.

Budaya “nak mule keto” lambat laun akan menjadi bumerang untuk orang bali sendiri. “Nak mule keto”, ditengah gempuran arus globalisasi, tidak akan membawa Bali ke tempat yang lebih bagus, malah akan membangun masyarakat Bali yang tidak peduli. 

Jika ketidakpedulian tersebut terus dipupuk, asal usul suatu adat budaya akan pudar seiring berjalannya waktu. Kelak ketika jawaban “nak mule keto” sudah menjadi sangat kuno dan sangat tidak memuaskan, siapakah yang bisa janji Bali tidak akan luluh dalam krisis kepercayaan? Dengan sendirinya orang-orang militan akan hilang karena tidak ada lagi orang bijak untuk dipercayai.

Apakah Filosofi Gugon Tuhon/Tuwon “nak mule keto” menumpulkan pemikiran kritis atau menguatkan keyakinan?

Tiap masa pasti berulang, masalah sama sering ditemukan generasi-generasi berikutnya, perdebatan pun sebenarnya sudah ada ratusan tahun lalu. 

Dalam sejarah kehidupan manusia, pada pemahaman akan indra-indra manusia yang terbatas, tidak semua doa akan terkabulkan, tidak setiap kejadian akan ditemukan jawaban. Yang pintar, bodoh, kuat, lemah, berkuasa, maupun nista seringkali dibenturkan dengan sesuatu kenyataan hidup yang tidak bisa dipecahkan manusia. Kehidupan sebagian besar memang misteri Sang Pencipta.

Dalam arus globalisasi sekarang ini generasi milenial Bali sudah pasti akan kepo dan mengedepankan logika ketika menelaah berbagai hal yang ada dalam keseharian mereka, bisa dipastikan konsep “nak mulo keto” harus memaksa orang-orang suci, kaum intelektual, tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, orang tua, harus mengerti dan paham akan berbagai hal yang ada dalam tradisi dan budaya Bali, agar dapat menjelaskan kepada anak cucu mereka dengan logika. 

Dikarenaan generasi milenial sekarang ini adalah generasi kenapa begini kenapa begitu. Semua harus ada alasan, dasar logika, acuan sastra atau kitab suci. “Nak mula keto” akan menjadi cemoohan para generasi milenial tersebut jika mereka tidak mendapat jawaban yang logis akan suatu hal, orang yang mengucapkan kata “nak mule keto akan dianggap bodoh. Ketimbang dibilang bodoh, maka semuanya akan bergerak mencari-cari penjelasan dan pembenaran atas apa yang terjadi, hidup, adat istiadat, atau upacara.

Dok Tjok Romy
Dok Tjok Romy
Ditambah lagi antusiasme wisatawan atau non-Bali yang tertarik menanyakan hal-hal “unik” kepada orang lokal, maka jawaban harus ditemukan. Kadang jawaban yang kita berikan tak masuk akal serta terlalu naïf dan seolah dibuat-buat. Padahal banyak hal di alam semesta yang tak bisa diterima oleh logika manusia yang terbatas. 

Manusia yang mengerti dan memahami, ujung-ujungnya menerima kehidupan ini dengan apa adanya atau selamanya akan berputar-putar pada roda tuntutan dan penderitaan. Pada tahapan ini konsep “Nak mula keto” yang sebelumnya diberi label kebodohan, menjadi statement yang sangat menenangkan. 

Kata ini secara turun temurun akan terus terucap oleh tetua Bali yang telah merasakan asam garamnya kehidupan. Jadi konsep “nak mule keto” mesti dikembalikan ke konsep awal yakni: percaya pada yang bijaksana, mempercayai sesuatu dengan bijaksana sesuai sumber sastra. Penerapannya tidak bisa dimulai tanpa adanya kepedulian, oleh karena itu, demi Bali ayo bersama-sama kita peduli akan adat dan buadaya dan bersama-sama menjadi bijaksana dalam menjaganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun