Mohon tunggu...
Putu Fahrudin
Putu Fahrudin Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar dan bekerja dalam harmoni

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Lokal dalam Pendidikan Demi Kesejahteraan Sosial

27 Oktober 2020   17:08 Diperbarui: 27 Oktober 2020   17:36 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila negara tidak ikut andil dalam membuat kebijakan dan kerangka hukum yang memberikan kewenangan untuk mendukung program ini di tingkat lokal, maka upaya dalam membuat kebijakan yang mendukung keragaman budaya lokal hanya akan memberikan dampak kecil bagi kaum minoritas. Kebijakan-kebijakan yang disusun harus mampu melihat sisi keberlanjutan agar kebijakan yang dibuat tidak terkesan seperti kebijakan "sekali pakai", yang ketika proses pergantian pemimpin, kebijakan yang telah disusun juga diganti.

Saya sangat setuju dengan pernyataan Marc pada halaman 257 mengenai perubahan kurikulum, bahwa kurikulum harus diadaptasi untuk mencerminkan berbagai budaya suatu negara, terutama dalam kasus-kasus dengan sejarah konflik antara berbagai budaya yang menyusun suatu bangsa. 

Ketika dikaitkan dengan konteks Indonesia yang memiliki keragaman budaya, maka akan sangat relevan apabila perubahan kurikulum perlu dilakukan dengan mengadaptasi keragaman budaya lokal. 

Apalagi jika melihat sejarah bangsa Indonesia yang lahir dari proses konflik antar budaya, maka perubahan kurikulum yang mendukung lokalitas akan menjadi solusi yang tepat. Meskipun budaya yang berbeda memiliki metode dan kemampuan belajar yang berbeda, namun kurikulum yang tepat dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan multikultural.

Ketika melihat sistem pendidikan di Indonesia, fakta bahwa kurikulum pendidikan kita telah berganti sebanyak 10 kali dari Kurikulum 1947 (Rencana Pelajaran 1947), Rencana Pelajaran Terurai 1952, Rencana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, hingga Kurikulum 2013 adalah sebuah catatan besar (neraca.co.id). 

Rendahnya kualitas pengajar, sistem pendidikan dengan gaya feodalistik, dan lembaga keguruan yang perlu dibenahi menjadi pekerjaan yang perlu diselesaikan bersama-sama. 


Harapan masyarakat tentang sistem pendidikan yang lebih terbuka dan mampu menunjang minat dan bakat peserta didik seharusnya bisa dituangkan kedalam kebijakan yang nyata, berkaca dari pengalaman kita yang telah melalui fase 'bongkar-pasang' kurikulum. 

Dengan dipilihnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, masyarakat semakin menaruh harapan besar mengingat sepak terjang Nadiem yang masih muda dan terbukti membawa inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas dengan aplikasi GoJek-nya.

Simpulan

Kebijakan yang mendukung keragaman budaya perlu di inisiasi oleh negara yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dengan memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah yang merasakan dampak globalisasi. 

Di sisi lain, pemerintah harus mampu merancang sebuah program jangka panjang, agar kebijakan yang mendukung keragaman budaya tidak terkesan "sekali pakai". Selain itu, penyusunan kurikulum yang tepat akan meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pendidikan multikultural.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun