Mohon tunggu...
Putriwulan
Putriwulan Mohon Tunggu... -

Penulis, pelajar, dan bertempat tinggal di Bumi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negara Kita Bukan Makan Harta, Negara Kita Makan Manusia

25 Maret 2019   15:12 Diperbarui: 25 Maret 2019   15:29 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Bahkan, Indonesia masuk ke posisi lima besar dengan jumlah penduduk terbanyak. Negara kita ada pada peringkat keempat dengan total mencapai sekitar 253,60 juta jiwa, disusul oleh Brasil di posisi kelima (https://economy.okezone.com). Dengan banyaknya penduduk di Indonesia membuat tempat lowongan bekerja di negara ini harus bertambah. 

Namun, kenyataannya dari bangku sekolah kebanyakan para guru mengajarkan untuk mencari kerja bukan membuat tempat kerja. Dari itulah mereka berpikir, jika ingin mendapatkan uang mereka harus bekerja. Padahal, mendapat uang juga bisa dilakukan dengan membuat usaha. Dengan pemahaman seperti itu, mereka yang tak kunjung mendapat pekerjaan memilih untuk tidak bekerja atau dengan kata lain disebut pengangguran. Hasilnya, mereka berputus asa menanti keajaiban yang menghampiri. Seolah menyerah dan berharap akan ada hujan uang turun suatu hari. Mana bisa?

Manusia diciptakan dalam keadaan sempurna. Salah jika ada yang mengatakan manusia tidak ada yang sempurna. Kita punya akal, hewan tidak. Kita bisa berbicara, tumbuhan tidak. Kita bisa bersosialisasi, jin atau malaikat tidak bisa. Lalu, apa yang membuat diri kita lupa saat dengan mudahnya kita merendahkan diri sendiri untuk meminta-minta di lampu merah? Memasang wajah lemah dengan luluran tanah di wajah. Menengadahkan kedua tangan tidak untuk berdoa, tapi untuk meminta rasa belas kasihan pengendara.

Apakah sebegitu pasrahnya kalian terhadap hidup? Ayolah, kawan. Hidup memang kejam, tapi kalian juga tidak boleh membuatnya semakin kelam. Aku tahu kalian tidak punya uang. Kalian harus mencari makan untuk tidak kelaparan, berjalan sana-sini dengan berkawan panas hujan. Aku mengerti kalian rapuh. Harga diri diinjak tetangga yang mengejek kalian tidak punya apa-apa, menahan marah ketika mereka mengatakan kamu tidak ada gunanya. Tapi kalian juga harus punya keberanian melebihi mereka yang hanya berani mengatai. Keberanian yang tetap memandang sesama tanpa memperlihatkan si lemah siapa dan si kuat siapa.

Hidup bukan tentang bagaimana bangkit lalu menyerah, tapi tentang bagaimana menyerah lalu bangkit dengan tangan terbuka menghadap dunia. Buktikan kepada mereka bahwa kamu bisa berusaha, sama saat kamu tanpa malu menghampiri mereka meminta-minta. Buktikan bahwa kamu kuat, sama saat kamu memasang wajah lemah di depan mereka. Buktikan kepada mereka jika kamu berani, sama saat kamu dengan yakinnya berjalan di bawah hujan dan matahari.

Negara kita adalah negara kaya. Kaya penduduk, kaya alam, kaya tradisi, kaya agama, tapi negara kita miskin harta. Percuma memiliki gedung bertingkat dengan dandanan megah di ibukota, jika di baliknya ada suara rintihan rakyat jelata. Percuma memiliki teknologi dengan perkembangan pesat, jika hanya digunakan untuk mengunggah foto rakyat miskin dengan alasan ingin membantu mereka, tapi ternyata hanya untuk mencari sensasi dunia maya. Uangmu tak ada manfaatnya untuk mereka yang tertidur di emperan toko, untuk mereka yang kau kasihani dengan palsunya, dan untuk mereka yang kau ambil potretnya padahal dalam hati kau merasa dia tidak berharga. Mereka tidak butuh uangmu yang berlimpah di mana-mana. Mereka hanya butuh dihargai selayaknya manusia sesama.

Itu saja.

Aku mencintai negaraku. Aku mencintai alam indahnya. Aku mencintai bapak presidenku. Aku mencintai pahlawan negaraku. Aku mencintai keanekaragamannya. Tapi, aku benci rakyatnya. Yang seenaknya memandang orang tanpa mau melihat latar belakangnya.

Teruntuk kalian, kawanku. Yang hidup hanya berbekal kaos kusutmu.

Teruntuk kalian, kawanku. Yang hidup hanya untuk memandang atas hingga lupa yang bawah sedang bertahan keras.

Teruntuk kita, kawanku. Yang hidup di negara kaya.

Dari aku yang mencintai negeriku.

Ini salam hormatku kepadamu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun