Mohon tunggu...
Putri Rizky
Putri Rizky Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pecandu kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ini Alasan Neurosaintifik Kenapa Kita Sulit Melupakan Mantan

6 April 2013   21:16 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 11352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1365264658596020988

[caption id="attachment_253124" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Sebagaimana cara kerja takdir, bagaimana kenangan mampu menghajar tekad untuk move on pun terasa demikian rumitnya. Yang paling membunuh adalah saat kita sedang enak-enaknya berjalan dan tiba-tiba siapapun itu dengan tak tahu dirinya memakai Acqua di Gio milik Pour Homme - which was also exactly our ex’s fragrance.

Dan, katanya, harum parfum adalah sandungan paling kuat saat move on tetapi sekaligus alasan paling termaafkan untuk kembali mengenang mantan.

Lalu, seperti rol film yang diputar, bayangan kencan ke sekian itu mendadak meluncur dalam ingatan. Kemeja broken white beraksen kotak-kotak kombinasi biru muda dan abu-abu, celana jins biru terang, dua gelas stirred (not shaken) martini, percakapan menyenangkan, tawanya yang lepas dan menentramkan... Okay, I won’t put any more detail.

Ketika bicara soal mantan, kita mendadak tahu kenapa ada bungkusan yang perlu diberi warning tag sebelum digelundungkan ke conveyor belt airport. Fragile.

Yang lebih menyebalkan selain kuatnya ingatan kita soal parfum mantan adalah kecenderungan bahwa keluarga dan teman-teman akan bilang kalau patah hati bakal bisa terlewati dengan mudah... which is NOT.

What the hell are they thinking? Kita baru saja kehilangan pasangan, bukan sebuah kancing yang bisa dengan gampang dicari gantinya!

Tapi kabar baiknya, kita tak sendirian. Di luar sana, jutaan jomblo juga mengajukan pertanyaan yang sama. Kenapa sih sulit sekali melupakan mantan?

Mari kita tanya neurosaintis untuk tahu jawabannya.

Sebuah studi yang menggunakan teknologi pemindai otak bernama functional magnetic resonance imaging (fMRI) menunjukkan, terjadi aktivitas di bagian tertentu pada otak saat broken-hearted persons (the research use term ‘rejected individuals’ instead) dipapar oleh tiga jenis rangsangan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan oleh Edward Smith dan rekan-rekannya, cognitive neuroscientists di Columbia University, kepada mereka yang baru saja diputus mantannya dalam enam bulan terakhir.

Rangsangan pertama adalah foto mantan, kedua foto teman-teman, ketiga benda panas yang disentuhkan pada lengan (dimaksudkan sebagai physical pain).

Dengan fMRI scans, para peneliti tersebut mengemukakan bagian otak mana saja yang menyala ketika responden dipapar oleh rangsangan-rangsangan tersebut. Secara mengejutkan, bagian otak yang sama menyala ketika mereka dipapar oleh rangsangan pertama dan ketiga. Yaitu saat diperlihatkan foto mantan dan diberi luka fisik melalui sentuhan benda panas.

Area otak itu, terdiri atas insula and anterior cingulate cortex (sorry, lost translation), terkenal sebagai bagian yang memang diasosiasikan dengan pain experience.

Dengan demikian, otak kita ternyata melakukan proses yang persis sama pada patah hati dan physical pain!

Mengapa bisa begitu? Evolusi mungkin bisa menjelaskan.

Pada dasarnya, luka berfungsi untuk memperingatkan seseorang atas bahaya sehingga dia bisa mengambil langkah proteksi. Pada animal kingdom, peluang satu binatang untuk selamat dari predator semakin besar ketika ia menjadi bagian dari kelompok ketimbang sendirian. Karena itu, social rejection adalah ancaman yang dianggap berpengaruh secara langsung pada keberlangsungan hidup nenek moyang kita terdahulu. Penjelasan ini dipakai para ilmuwan untuk sedikit menjelaskan kenapa kita juga sulit sekali melepaskan pasangan (move on).

Kamu seperti Candu

Itu bukan penggalan lagu. Oleh otak, mantan memang diperlakukan bagai candu.

Mereka yang baru saja diputus pasangan akan sering melakukan apa yang disebut obsessive thinking: mengenang mantan, memikirkan apa yang sedang mereka rasakan, sampai merenungkan perasaan rindu pada hubungan. Pikiran ini akan semakin kuat saat mereka menjumpai hal-hal yang membangkitkan kenangan.

Dalam kondisi itulah, menyembuhkan patah hati sedikit banyak mirip dengan menghadapi trauma. Seseorang harus melewati masa-masa di mana dia harus menghindari emotional pain dan pertentangan dalam dirinya sendiri, juga momen saat dia dibanjiri oleh intense feeling dan obsessive thoughts. Laki-laki cenderung lebih mudah melalui proses tersebut karena mereka ‘diberi’ tanggung jawab yang lebih sedikit dari masyarakat untuk mempertahankan hubungan. Ini sekaligus menjelaskan kenapa perempuan yang patah hati cenderung lebih mudah merasa bersalah.

Sebuah penelitian lagi-lagi memberikan alasan masuk akal soal fenomena candu ini. Lucy Brown, Ph.D., seorang profesor Department of Neurology di Albert Einstein College of Medicine, bersama rekan-rekannya menggunakan metode yang sama (fMRI) untuk merekam aktivitas otak responden. Berbeda dengan studi yang telah dijelaskan sebelumnya, para responden ini terdiri atas mereka yang baru saja diputuskan DAN dilaporkan masih menyimpan cinta pada pasangan (tsaaaah!).

Saat diperlihatkan foto mantan, terjadi aktivitas di otak bagian ventral tegmental, the nucleus accumbens, dan orbitofrontal/prefrontal cortex (jika Anda dokter, tolong bantu saya menerjemahkannya ke dalam istilah yang lebih ramah otak). Area ini ternyata juga merekam aktivitas pelepasan dopamin seperti yang terjadi pada kasus drug addiction.

Itulah sebabnya, mereka yang kecanduan mantan mengalami proses otak serupa dengan pecandu narkoba di pusat rehabilitasi!

Patah Hati, Ada Obatnya?

Meskipun penelitian dilakukan pada sekelompok responden yang belum tentu dapat mewakili kita semua, ada beberapa ‘obat’ patah hati yang (katanya) dapat ditarik dari hasil kajian tersebut. Analogi candu dan luka yang dikemukakan di atas bisa menjadi modal berpikir bahwa amatlah wajar untuk merasa sakit dan ketagihan.

  1. Jangan memaksa diri untuk segera beranjak dari periode “just get over it and move on”. Berilah waktu beberapa minggu pada perasaan kita
  2. Pengalihan perhatian dan self-care activities akan sangat membantu. Lakukan apapun yang bisa membuat kita bahagia
  3. Hindari (sementara) semua hal yang dapat membangkitkan kenangan. Bentuk rutinitas-rutinitas baru yang belum pernah kita lakukan sebelumnya
  4. Seperti pada kasus kecanduan narkoba, punya sejumlah sosok pendukung juga dapat mempermudah proses penyembuhan. Telepon mereka saat kita berniat melakukan hal-hal bodoh terkait mantan

Jadi, masih ingat apa merek parfum favorit mantan? XD

Rujukan

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun