Jogja tidak hanya dikenal sebagai kota pelajar dan destinasi wisata budaya, tetapi juga sebagai rumah bagi ribuan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terus bertumbuh di tengah tantangan zaman. Di sudut-sudut kota, aroma kopi dari kedai rumahan, deretan batik warna-warni, hingga kerajinan tangan unik menjadi saksi semangat wirausaha warga Jogja yang tak pernah padam. Setiap produk yang lahir dari tangan-tangan kreatif ini bukan sekadar barang dagangan, melainkan cerita tentang perjuangan, adaptasi, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Di balik setiap etalase kecil, ada kisah inspiratif tentang bagaimana UMKM Jogja berinovasi, bertahan, dan bahkan menembus pasar nasional hingga internasional, membawa nama kota ini semakin bersinar di peta ekonomi Indonesia.
Di sore hari, ketika saya sedang berkeliling mencari minuman segar sekaligus ingin mewawancarai salah satu penjual UMKM, panca indra saya melihat seorang laki - laki yang sedang membuatkan minuman untuk pelanggannya. Awalnya saya bingung ingin membeli apa, tapi melihat Alpukat Kocok dengan harga 6rb yang merupakan salah satu minuman favorite saya, langkah kaki saya menuju kearah penjual tersebut dan memesan Alpukat Kocok original. Saya sempat berkenalan dengan penjual tersebut, Mas Ari namanya. Pemuda asli kelahiran Jogja yang sedang mencari uang untuk kebutuhan sehari - harinya. Mas Ari sudah bekerja sebagai karyawan selama 2 tahun. Benar, Alpukat Hok - Khi ini adalah milih seorang pengusaha yang sudah berumur 50 tahun bernama Bapak Joko. Mas Ari mengatakan bahwa Alpukat Kocok Hok - Khi ini telah memilih kurang lebih 50 cabang yang tersebar di Kota Jogja, Sleman, Bantul, Gunungkidul, dan Klaten serta pusat nya Hok - Khi berada di Jragung, Yogykarta.
Alpukat Hok-Khi belum memiliki cabang di luar wilayah tersebut. Namun, ada indikasi bahwa Hok-Khi sedang dalam proses ekspansi dan membuka peluang franchise, sehingga kemungkinan ke depan akan ada cabang di luar Jogja. Sejujurnya, Mas Ari ingin membuka usaha sendiri. Namun saat ini Mas Ari sedang mengumpulkan modal untuk membangun usahanya. Ketika saya bertanya mengenai sejarah Alpukat Kocok Hok-Khi ini, Mas Ari mengatakan bahwa awalnya usaha ini bernama King Pucok. Namun, pihak King Pucok tidak sanggup melanjutkan usaha tersebut karena stok buah yang terlalu banyak dan sulit diatur, sehingga mereka memutuskan keluar dari brand itu dan membuat brand baru yang kini dikenal sebagai Hok-Khi.
Salah satu kunci keberhasilan Hok-Khi adalah kerja sama yang erat dengan supplier buahnya. Buah alpukat yang digunakan berasal dari Medan dan Kaliurang, dua daerah yang dikenal menghasilkan alpukat berkualitas. Pengiriman buah tergantung seberapa banyak stok yang habis, kadang dilakukan seminggu sekali, dua minggu sekali, bahkan sampai tiga bulan sekali. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga kualitas dan ketersediaan produk. Selain itu, Alpukat Kocok Hok-Khi juga mulai membuka warung secara online melalui platform GrabFood, meskipun saat ini layanan online baru tersedia di pusatnya saja, belum merata di cabang-cabang lain.
Namun, perjalanan Hok-Khi tidak selalu mulus. Mas Ari mengungkapkan bahwa usaha ini pernah mengalami penurunan omzet terutama saat musim hujan dan ketika anak-anak kuliahan sedang libur panjang. Persaingan dengan penjual minuman es teh dan minuman segar lainnya juga cukup ketat. Dalam kondisi sepi, Mas Ari biasanya hanya mendapatkan omzet sekitar 700 hingga 800 ribu rupiah per hari. Dari omzet tersebut, keuntungan yang ia dapatkan sekitar 40 persen. Meski begitu, Mas Ari tetap bersemangat karena ada bonus tambahan jika penjualan mencapai target tertentu.
"Satu hari biasanaya kalau ramai itu bisa sampe 1,6juta. Namun kalau sepi hanya bisa nyampai 700 - 800rb," ujar Mas Ari.
Cerita Mas Ari adalah cerminan nyata dari semangat para pelaku UMKM di Jogja yang terus berjuang di tengah berbagai tantangan. Dari mulai mengatur stok bahan baku, menghadapi fluktuasi penjualan, hingga beradaptasi dengan teknologi digital untuk memperluas pasar. Semangat ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat identitas budaya Jogja sebagai kota yang kreatif dan penuh inovasi.
Lebih dari sekadar minuman segar, Alpukat Kocok Hok-Khi kini menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Jogja, terutama kalangan mahasiswa dan pekerja muda yang mencari alternatif minuman sehat dan terjangkau. Keberadaan usaha seperti Hok-Khi juga membuka peluang kerja bagi banyak orang seperti Mas Ari, yang tidak hanya mendapatkan penghasilan, tetapi juga pengalaman berharga dalam dunia bisnis.
Melihat masa depan, Mas Ari berharap bisa mengembangkan usahanya sendiri suatu hari nanti. Ia ingin menerapkan ilmu yang didapat selama bekerja di Hok-Khi untuk membangun bisnis yang mandiri dan berkelanjutan. Harapan ini tentu sejalan dengan semangat UMKM Jogja yang terus tumbuh dan berinovasi, menjadi motor penggerak ekonomi yang tangguh dan penuh harapan.