Mohon tunggu...
Putri Nadia
Putri Nadia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mari menggenggam dunia dengan menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cita-Citaku atau Ambisi Orang Tuaku?

29 Agustus 2013   10:16 Diperbarui: 4 April 2017   17:58 12588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13777460741833365011

Untungnya, saya memiliki orang tua yang mendukung pilihan saya mengenai jurusan kuliah nantinya. Maklum, saya sudah duduk di bangku kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan disibukkan dengan persiapan menuju masa depan yang sesungguhnya. Pemilihan jurusan atau kerja nanti adalah hal penting dan tidak boleh asal pilih dan bersyukurlah saya, orang tua mendukung pilihan saya.

Tapi, mirisnya beberapa teman saya malah ada yang dipaksa untuk masuk ke jurusan ini dan itu yang mereka akui, bahwa sama sekali tidak menyukai bahkan tidak minat dengan jurusan pilihan orang tuanya. Wajar, karena sebagian besar orang tua menganggap jurusan seperti kedokteran adalah jurusan terbaik dan menjanjikan. Padahal, menurut saya pribadi, semua jurusan memiliki potensi yang sama tergantung pada individu yang menjalankannya, apakah ia senang menjalaninya dan akhirnya mendapat hasil yang memuaskan atau sebaliknya? Nah, kalau sang anak minatnya sama hal-hal yang berbau sastra terus di paksa ke kedokteran? Bisa dibayangkan bagaimana beban yang dipikul sang anak tersebut.

Seperti yang dilansir dalam www.republika.co.id pada tanggal 28 Agustus 2013, yang memuat hasil wawancara dari seorang psikolog anak bernama Anita Chandra Mpsi, beliau mengatakan bahwa jika orang tua melarang cita-cita anak dan memaksakan kehendaknya, dampaknya tidak akan baik ke anak. Anak akan kehilangan motivasinya. Keterbukaan anak dan orang tua juga mungkin menjadi menipis.

Sayapun setuju dengan hal itu, karena segala keinginan kita tidak tersampaikan alias terdahului dengan diktator orang tua. Lalu, untuk dampak kedepannya kita pun akan sungkan bahkan takut untuk mengemukakan keinginan kita karena nanti dilarang ataupun tak disetujui. Tertutuplah kita dan jarang ingin berkomunikasi dengan orang tua.

Jadi sampai sini, harus bersikap seperti apa? Sebelum Anda menjawab, saya akan memilih mencari waktu yang tepat dan suasana yang tepat untuk berbicara dengan orang tua saya tentang pilihan masa depan saya. Biar perlu, sebagai intro, bisa saja saya manfaatkan kakak atau anggota keluarga lain untuk memancing pembicaraan.Nah ini hanya cara pendekatan, tapi apakah ada jaminan orang tuanya akhirnya mengalah terhadap argumentasi anak? Belum tentu juga, karena orang tua akan mengambil sikap, dialah penentu masa depan anak! Bak raja di tahta, semua harus tunduk pada perintah kalau kemudian hal ini pertentangkan sehingga harus diam-diaman, marah-marahan sampai kabur segala. Yang rugi siapa? Tentu si anak juga orang tuanya. Sehingga kalau berbicara pilihan anak untuk masa depan, termasuk mungkin juga jodoh. Sebaiknya orang tua melihatnya secara objektif, bahwa anak memiliki hak yang dijamin oleh Undang-Undang di republik ini.

Intinya, komunikasi dan saling pengertian antara anak dan orang tua sangat dibutuhkan dalam kasus perbedaan pendapat seperti ini. Orang tua bukannya dilarang untuk ikut andil dalam  menentukan pilihan hidup sang anak. Tapi, dalam batas-batas tertentu yakni hanya sebagai saran untuk pertimbangan. Sehingga, sang anak bisa memutuskan pilihannya sendiri. Kan nantinya yang menjalankan juga anak tersebut, dan seperti yang kita ketahui sebagian besar keberhasilan dicapai karena anak enjoy dalam proses tersebut.


Sudah selesai sampai di situ? Belum juga, karena berapa persen orang tua yang mau mendengar dan mengikuti pendapat anak sesuai dengan kemampuan ia memilih masa depannya, dan berapa orang tua yang masih diktator?

Saya masih percaya, lebih dari 50% orang tua, masih menggunakan hak-hak "ditaktor" nya untuk mengatur masa depan anak. Kalau salah, mohon maaf, karena yang saya lihat hampir rata-rata begitu. Apalagi, melihat keadaan teman-teman sekitar saya yang pusing mencocokkan jurusan yang mereka inginkan dengan jurusan yang orang tua mereka pilihkan.

Pada akhirnya, mari kita melihat secara jernih peran anak dan orang tua di jaman yang katanya "lain dulu lain sekarang" itu! Boleh beda pandangan tetapi saling memahami untuk keberhasilan masa depan anak perlu menjadi prioritas. Tetapi, tetap saja sebagai yang muda, harus dapat menjaga batas-batas kewajaran pada saat berbicara atau berdiskusi dengan orang tua. Kita harus tetap menjunjung tinggi etika, biar bagaimanapun kan orang tua adalah orang yang paling berjasa di hidup kita. Komunikasi yang aktif  itu penting untuk mendapat jalan keluar yang terbaik.

Selamat saling memahami satu sama lain. Buat orang tua kita mengerti dan jangan lupa tetap junjung kesopanan.

Salam..

sumber gambar : http://template-copas.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun