Sufyan ats-Tsauri adalah salah satu ulama besar dari generasi tabi’ut tabi’in yang lahir pada tahun 97 H (715 M) di Kufah, Irak. Ia dikenal sebagai ahli hadis, ahli fiqih, dan juga seorang sufi yang sangat zuhud. Mesiki hidup jauh sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah negara, ajaran dan pengaruh keilmuannya sangat terasa hingga ke Nusantara, terutama melalui jaringan keilmuan Islam yang tersebar luas.
Kaitan dengan Indonesia: Jejak Ilmu Melalui Ulama dan Sanad
Meskipun Sufyan ats-Tsauri tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia, ajarannya sampai ke negeri ini melalui para ulama yang membawa sanad ilmu dari Timur Tengah ke Asia Tenggara. Di masa awal masuknya Islam ke Nusantara, para ulama yang datang dari Arab, Persia, Gujarat, dan Yaman membawa berbagai tradisi keilmuan Islam, termasuk hadis dan tasawuf yang bersumber dari ulama-ulama seperti Sufyan ats-Tsauri.
Sufyan ats-Tsauri dikenal sebagai pendiri madzhab ats-Tsauri, walau madzhab ini tidak bertahan lama karena murid-muridnya sedikit yang meneruskan. Namun, banyak pendapat fiqih dan pandangan zuhudnya tetap hidup dalam khazanah Islam. Hal ini sangat penting karena para ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, dan lainnya sering merujuk pada karya-karya dan pandangan para ulama klasik seperti ats-Tsauri dalam karya mereka.
Warisan Pemikiran dalam Tasawuf dan Zuhud
Dalam dunia tasawuf, Sufyan ats-Tsauri dikenal sebagai tokoh yang menekankan pentingnya keikhlasan, meninggalkan cinta dunia, dan hidup sederhana. Nilai-nilai inilah yang banyak berkembang dalam tradisi tarekat di Indonesia, terutama tarekat yang berkembang di pesantren dan pusat-pusat dakwah tradisional.
Misalnya, dalam pengajaran tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah yang banyak dianut di Indonesia, sikap zuhud dan takut kepada Allah (khauf), sebagaimana yang diajarkan oleh Sufyan ats-Tsauri, menjadi bagian penting dari proses pendidikan spiritual.
Pelajaran Bagi Indonesia Masa Kini
Dari kisah hidup Sufyan ats-Tsauri, kita bisa mengambil pelajaran penting untuk kehidupan beragama dan bermasyarakat di Indonesia saat ini. Ia menunjukkan bahwa ilmu tidak hanya harus mendalam, tetapi juga harus disertai dengan akhlak dan keikhlasan. Ia juga mengingatkan bahwa para ulama harus berani bersikap kritis terhadap kekuasaan demi menjaga kebenaran, sebagaimana ia pernah menolak tawaran kekuasaan dari para khalifah karena takut terjebak dalam ketidakadilan.
Kesimpulan
Walaupun tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan bahwa Sufyan ats-Tsauri memiliki hubungan langsung dengan Indonesia, warisan keilmuan dan spiritualnya tetap hidup dan mengakar dalam tradisi Islam Nusantara. Melalui jaringan sanad ilmu, kitab-kitab klasik, dan ajaran tasawuf, pemikiran beliau ikut membentuk wajah keislaman di Indonesia yang moderat, berakhlak, dan mencintai ilmu.