SEJAK pertengahan 2025, fenomena scroll berlebihan di Aplikasi TikTok semakin diperhatikan, terutama karena hubungannya dengan kebiasaan pola tidur generasi muda. Banyak pengguna, terutama remaja dan orang dewasa, mengeluh sulit berhenti menghentikan kebiasaan “scroll tak berujung” sehingga jam tidur mereka terganggu. Fenomena ini dikenal sebagai doom scrolling, yaitu kebiasaan terus menggulir konten meskipun sudah larut malam (Thomee, 2012).
Bagi orang awam, dampaknya jelas terasa: mudah kantuk saat siang hari, menurunnya fokus belajar atau bekerja, serta risiko stres karena kurang tidur. Pertanyaannya, mengapa aktivitas scroll di TikTok begitu sulit dihentikan, hingga merusak jam tidur?
Menurut teori reinforcement berbasis variabel ratio dalam psikologi perilaku, otak manusia selalu tertarik mencari dalam bentuk konten menarik yang muncul secara acak. Sistem algoritma TikTok dirancang untuk menghasilkan konten pribadi tanpa henti, sehingga pengguna sulit berhenti (Skinner, 1953). Akibatnya, waktu tidur berkurang dan ritme tidur alami (ritme sirkadian) terganggu (Walker, 2017).
Membaca Data
Survei dari Data Reportal (2025) mencatat rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 3 jam per hari di TikTok.
Lebih dari 60% responden usia 15–24 tahun mengaku sering menunda tidur hanya untuk melihat video di aplikasi tersebut. Dalam seminggu terakhir, durasi scroll sebelum tidur meningkat hingga 25% dibandingkan awal tahun 2025.
Tren ini menunjukkan TikTok bukan hanya hiburan, tetapi juga faktor penting dalam kebiasaan tidur generasi digital.
Fenomena ini mencerminkan gabungan pengaruh psikologis dan teknologi.
Akar Masalah: Psikologis dan Teknologis
Dari sisi psikologis, rasa takut ketinggalan (FOMO) membuat pengguna khawatir ketinggalan tren jika berhenti menonton.
Sementara dari sisi teknologi, fitur infinite scroll dan autoplay memperpanjang waktu pemakaian ponsel. Fenomena ini sesuai teori overshooting of attention—fokus pengguna sering terlalu lama karena interaksi dengan media menggunakan algoritma (Alter, 2017).
Di dalam negeri, para ahli kesehatan tidur menilai kebiasaan ini memberi tanda bahwa kesehatan masyarakat sedang berisiko.
Remaja yang kehilangan 1–2 jam tidur setiap malam berisiko lebih tinggi mengalami gangguan fokus, menurunnya prestasi akademik, bahkan bisa mengalami masalah emosi (National Sleep Foundation, 2025).
Jalan Keluar Jangka Pendek
Untuk tujuan jangka pendek, fokus utama adalah memberikan pengetahuan kepada pengguna mengenai pentingnya "sleep hygiene". Tindakan sederhana seperti menetapkan waktu tidur yang tetap, menghidupkan fitur batasan waktu layar, atau mematikan notifikasi sebelum tidur dapat membantu menurunkan risiko.
Selain itu, aplikasi bisa diminta untuk memberikan peringatan digital setelah waktu tertentu, mirip dengan "ingatkan untuk beristirahat" yang sudah ada di beberapa platform. Kebijakan ini penting agar pengguna menyadari risiko kesehatan dari penggunaan yang berlebihan.