Mohon tunggu...
Putri Adisty Satriamelia
Putri Adisty Satriamelia Mohon Tunggu... Pelajar/Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa Pendidikan Masyarakat, Universitas Negeri Jakarta yang memiliki minat dalam bidang pendidikan maupun sosial. Dalam keseharian, saya dikenal sebagai pribadi yang ramah, dan suka mempelajari hal baru. Hobi saya mendengarkan musik atau mendengarkan podcast yang inovatif dan edukatif. Saya percaya bahwa setiap orang bisa berkembang jika diberikan kesempatan dan dukungan yang tepat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

TPS Sementara Tidak Layak Ganggu Kenyamanan Warga RW 004 Kelurahan Cipedak, Jakarta Selatan

26 Mei 2025   10:00 Diperbarui: 26 Mei 2025   09:00 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto TPS yang tidak layak)

Permasalahan ini juga dapat dilihat dalam kerangka pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Sedikitnya ada empat poin SDGs yang sangat relevan:

  • SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera. Lingkungan yang bersih merupakan komponen dasar kesehatan masyarakat. TPS tidak layak bertentangan langsung dengan misi ini.
  • SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi Layak. Potensi pencemaran air oleh lindi sampah menjadi ancaman nyata bagi warga yang menggunakan air tanah.
  • SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan. Permukiman layak harus didukung sistem pengelolaan limbah yang efisien dan ramah lingkungan.
  • SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Mendorong edukasi pemilahan sampah dan pengelolaan limbah rumah tangga menjadi keharusan.

Rekomendasi Solusi Jangka Pendek dan Panjang

Untuk mengatasi permasalahan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang tidak layak di RW 004, Kelurahan Cipedak, dibutuhkan upaya kolaboratif antara warga, pemerintah, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Solusi yang ditawarkan tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif, dengan menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dan pendekatan berkelanjutan.

Solusi Jangka Pendek:

Langkah-langkah awal yang bersifat praktis dan dapat segera dilakukan untuk merespons keluhan warga, antara lain:

  1. Meningkatkan Frekuensi Pengangkutan Sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Selatan.
    Salah satu sumber utama penumpukan sampah adalah ketidakteraturan jadwal pengangkutan. Oleh karena itu, pemerintah kota melalui Dinas Lingkungan Hidup perlu segera menambah frekuensi pengambilan sampah, khususnya di RW 004 yang merupakan kawasan padat penduduk. Penjadwalan ulang dan penambahan ritase armada pengangkut dapat mencegah penumpukan dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih.
  2. Penyediaan Sarana TPS Sementara yang Tertutup dan Memadai.
    TPS yang saat ini hanya berupa deretan ember dan karung sangat tidak layak secara estetika maupun sanitasi. Pemerintah kelurahan dan pengurus RW dapat bekerja sama untuk menyediakan kontainer sampah berukuran besar yang tertutup dan tahan air, sehingga dapat menampung sampah lebih banyak dan mencegah penyebaran bau serta binatang pembawa penyakit.
  3. Penguatan Partisipasi Warga Melalui Gotong Royong Rutin.
    Kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan sekitar TPS secara berkala harus digalakkan kembali sebagai bentuk tanggung jawab kolektif. Kegiatan ini juga dapat dijadikan momen edukatif untuk meningkatkan kesadaran warga tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan memilah sampah dari rumah tangga masing-masing.

Solusi Jangka Panjang:

Untuk mencegah terulangnya masalah yang sama di masa depan, dibutuhkan solusi yang bersifat sistemik, berbasis pemberdayaan masyarakat, dan berorientasi jangka panjang:

  1. Pendirian Bank Sampah Berbasis Komunitas.
    Bank sampah dapat menjadi solusi konkret dalam mengurangi volume sampah anorganik. Dengan sistem insentif seperti tabungan sampah atau penukaran sampah dengan kebutuhan rumah tangga, warga akan lebih termotivasi untuk memilah dan menyerahkan sampah kering yang masih bernilai guna. Selain berdampak lingkungan, inisiatif ini juga berpotensi meningkatkan ekonomi keluarga.
  2. Penyelenggaraan Edukasi dan Pelatihan Pemilahan Sampah Secara Berkala.
    Melalui kerja sama dengan PKK, Karang Taruna, dan lembaga pendidikan, warga dapat diberikan pelatihan mengenai teknik pemilahan sampah, pengelolaan limbah organik menjadi kompos, serta strategi mengurangi sampah dari sumbernya. Sosialisasi ini penting untuk membangun budaya baru dalam mengelola sampah secara bertanggung jawab sejak dari rumah.
  3. Membangun Kemitraan Strategis dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Pihak Swasta.
    Mengingat keterbatasan anggaran di tingkat kelurahan dan RW, perlu dijajaki kemitraan dengan pihak ketiga, baik LSM maupun pelaku usaha yang memiliki program tanggung jawab sosial (CSR) di bidang lingkungan. Kemitraan ini dapat mencakup pendanaan, penyediaan fasilitas, pelatihan teknis, hingga pendampingan intensif dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.
  4. Reformasi Sistem Distribusi TPS dan Penambahan Armada Sampah Berdasarkan Kepadatan Wilayah.
    Pemerintah kota perlu melakukan pemetaan ulang terhadap lokasi TPS dan menyesuaikan kapasitas pengangkutan sampah berdasarkan jumlah kepala keluarga dan luas wilayah di setiap RW. Ini penting agar distribusi layanan kebersihan lebih merata dan tepat sasaran. Penambahan armada angkut juga perlu mempertimbangkan aksesibilitas jalan dan efisiensi waktu pengangkutan.

Dengan penerapan solusi jangka pendek dan jangka panjang secara sinergis, diharapkan permasalahan TPS di RW 004 tidak hanya dapat teratasi sementara, tetapi juga menjadi contoh praktik baik dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Hal ini sekaligus menjadi langkah konkret menuju terwujudnya kota yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sesuai semangat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Partisipasi Warga sebagai Kunci

Pada akhirnya, permasalahan pengelolaan sampah tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Kesadaran kolektif, pendidikan lingkungan, dan partisipasi aktif warga sangat menentukan keberhasilan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pengurus RT/RW, Karang Taruna, tokoh agama, hingga satuan pendidikan perlu bersinergi dalam membangun budaya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.

Kasus TPS RW 004 Cipedak adalah refleksi dari tantangan urbanisasi yang tidak diiringi dengan kesiapan infrastruktur dasar. Jika tidak ditangani dengan pendekatan partisipatif dan berkelanjutan, permasalahan serupa akan terus berulang di wilayah perkotaan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun