Mohon tunggu...
Putra Rama Febrian
Putra Rama Febrian Mohon Tunggu... Mahasiswa

You learn more from failure than from success, and it builds character. Don't let it stop you. Through it all, remember to choose kindness, always.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Balik Langit Biru Itu

28 September 2025   12:00 Diperbarui: 28 September 2025   12:00 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto langit biru dan kondisi jalan yang penuh kendaraan bermotor di Jakarta (Sumber: Dokumentasi Pribadi/Putra Rama Febrian)

Langit itu terlihat bersih dengan warna biru lembut membentang tanpa noda, memantul di kaca gedung tinggi yang diselimuti tanaman rambat itu. Matahari belum meninggi, tapi panasnya sudah mulai terasa menempel di kulit. Di bawahnya, di sebuah persimpangan kota, ratusan motor berdesakan di bawah lampu merah, menanti giliran untuk bergerak.

Di balik rutinitas pagi yang tampak biasa ini, polusi udara dari kendaraan bermotor terus menumpuk di udara. Tanpa disadari, asap knalpot yang mengepul setiap hari menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam krisis iklim. Kepulan itu tak hanya mencemari udara, tapi juga mempercepat laju pemanasan global yang kini kian terasa dampaknya.

Deru mesin dan aroma bahan bakar yang menyengat menjadi bagian tak terpisahkan dari jalanan perkotaan. Menurut data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, sektor transportasi menyumbang lebih dari 70 persen emisi karbon di ibu kota, dengan sepeda motor sebagai kontributor utama. Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022 juga mencatat bahwa emisi karbon dari sektor transportasi meningkat hampir 20 persen dalam lima tahun terakhir.

Meski langit tampak bersih, udara yang dihirup tak benar-benar sehat. Partikel halus seperti PM2.5 dan PM10 yang tak kasat mata mengendap di paru-paru dan dapat memicu penyakit kronis. Laporan WHO menyebutkan bahwa polusi udara bertanggung jawab atas 7 juta kematian dini setiap tahunnya di seluruh dunia, dan kota-kota besar di Indonesia termasuk dalam zona risiko tinggi.

Di sisi lain, pemanasan global yang dipicu oleh emisi kendaraan bermotor turut mendorong naiknya suhu rata-rata kota. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa suhu Jakarta meningkat sekitar 1,4 derajat Celsius dalam dua dekade terakhir. Perubahan ini berdampak pada cuaca yang semakin tidak menentu, termasuk meningkatnya frekuensi hujan ekstrem dan gelombang panas.

Berbagai upaya mulai dijalankan, seperti memperluas penggunaan kendaraan listrik dan meningkatkan kualitas transportasi umum. Namun, perubahan signifikan sulit terwujud tanpa adanya pergeseran gaya hidup dan pola mobilitas warga kota yang selama ini sangat bergantung pada kendaraan pribadi.

Langit Jakarta memang kerap terlihat cerah, tetapi polusi udara tetap menjadi masalah serius. Emisi dari kendaraan bermotor yang mendominasi jalanan setiap hari terus memperburuk kualitas udara. Tanpa upaya yang lebih kuat untuk mengurangi polusi, terutama dari transportasi, warga kota akan semakin sulit menikmati udara bersih yang sehat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun