Kita selalu melihat bahwa orang cerdas atau kritis sering kali tidak dihargai baik dalam ruang akademis maupun non-akademis. Lebih luas lagi, Fenomena ini juga terlihat dalam jurnalisme independen di Indonesia seperti yang dilakukan 'Tempo', dimana para jurnalis selalu menyajikan kabar berita yang penuh kritikan terhadap pemerintah.
Baru-baru ini, Tempo mendapat kiriman 'Bangkai Tikus' pada 22 Maret 2025, pukul 08.00 WIB. Setelah sebelumnya  seorang jurnalis Tempo mendapat kiriman 'Kepala Babi' yang disimbolkan sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers.
Peristiwa ini mengingatkan saya pada insiden di pulau Ohara dalam anime One Piece. Pulau Ohara dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan, berlokasi di tengah samudera West Blue. Di tengah pulau tersebut terdapat perpustakaan di sebuah pohon raksasa bernama 'Pohon Pengetahuan.
Di pulau tersebut terdapat banyak sekali para ilmuwan seperti dr. Clover dan Nico Olivia (ibunya Nico Robin). Mereka selalu haus akan pengetahuan sehingga meneliti apa yang dilarang oleh pemerintah dunia, yakni "Poneglyph" yang mengungkap abad kekosongan.
Singkatnya abad kekosongan adalah sejarah yang disembunyikan oleh pemerintah dunia pada periode 900-800 tahun. Abad kekosongan meninggalkan jejak  berupa Poneglyph yaitu batu berisi informasi sejarah yang sulit dibaca. Pemerintah menutupi abad kekosongan karena terlalu dianggap berbahaya untuk diketahui.
Tujuan para ilmuwan Ohara hanyalah untuk meneliti dan mengungkap sejarah yang tersembunyi di balik tulisan Poneglyph. Namun, ketakutan pemerintah pada para ilmuwan yang dianggap sudah melebihi batas akhirnya pemerintah mengecam pulau Ohara untuk dilenyapkan menggunakan Buster Call.
Seperti halnya para ilmuwan Ohara dan jurnalis Tempo juga berperan sebagai fasilitator yang berusaha menyampaikan sebuah informasi berupa fakta dan tidak menyebarkan hoaks. Meski jurnalisme dan peneliti adalah pekerjaan yang berbeda, keduanya berperan memberikan informasi terhadap masyarakat luas.
Pada insiden Ohara saat Buster Call diluncurkan, lalu pemerintah memanipulasi kejadian tersebut. Mereka memberikan informasi palsu dengan dalih bahwa Para Ilmuwan Ohara ingin menciptakan senjata berbahaya untuk menggulingkan pemerintah lewat penelitian-penelitiannya.
Insiden ini pernah terjadi juga di Indonesia, seperti Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis yang umum dikenal hingga saat ini. Pram sendiri dianggap sebagai orang kiri, dan penulis yang aktif mengkritik oleh Soekarno.
Sama seperti Pram masyarakat kritis seperti Widji Thukul, Mochtar Lubis, Sitor Situmorang pernah ditangkap karena karyanya. Sebenarnya, kritik-kritik yang disampaikan oleh para sastrawan bisa digunakan untuk membenahi suatu negara atau mengungkap hoaks agar masyarakat tidak termakan informasi bodong --se-simple itu.