Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) dengan ini menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap berbagai dugaan praktik korupsi, gratifikasi, serta penyalahgunaan kewenangan yang terjadi di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia. Dugaan tersebut tidak hanya merusak integritas kelembagaan, tetapi juga berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya menjadi teladan moral dan etika bagi masyarakat.
Sebagai bagian dari kontrol sosial, AMPSI memandang bahwa kasus-kasus ini harus segera ditindaklanjuti secara serius oleh aparat penegak hukum. Kementerian Agama, yang memiliki posisi strategis dalam pembinaan kehidupan beragama, tidak boleh terjerumus dalam praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan transparan.
Melalui aksi yang dilaksanakan hari ini, AMPSI menyampaikan beberapa *Tuntutan Utama** sebagai berikut:
1. Mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan gratifikasi yang melibatkan Sekretaris Jenderal Kemenag dalam bentuk honor pembicara pada kegiatan Kemenag Jawa Timur, yang diduga bersumber dari pungutan terhadap Kepala Kemenag Jawa Timur serta seluruh Kepala Kemenag Kabupaten/Kota.
2. Menuntut pengusutan menyeluruh atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Dirjen Bimas Islam tahun 2024 yang kini menjabat sebagai Sekjen Kemenag, terkait dugaan mark up anggaran kegiatan Hari Amal Bakti (HAB) di JCC senilai Rp23 miliar.
3. Meminta agar pihak Event Organizer (EO) yang melaksanakan kegiatan Hari Amal Bakti (HAB) di JCC dipanggil dan diperiksa, mengingat anggaran yang digunakan dinilai tidak wajar dan menimbulkan pertanyaan publik.
4. Menuntut pengusutan terhadap dugaan praktik jual beli jabatan di Biro SDM Kemenag dengan nilai mencapai Rp2,5 miliar, melalui perantara bernama Ismail dan Wawan Junaidi.
5. Mendesak investigasi atas dugaan gratifikasi dan jual beli jabatan di beberapa Kanwil Kemenag di daerah, yang diduga turut melibatkan Staf Khusus Kemenag.
AMPSI menegaskan bahwa praktik gratifikasi, sebagaimana diatur dalam **Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi**, merupakan tindak pidana apabila berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas pejabat publik.
Lebih lanjut, **Pasal 12B ayat (2) UU Tipikor** menyebutkan bahwa pelaku gratifikasi dapat dikenakan **pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar**.