Mohon tunggu...
PUSAKA
PUSAKA Mohon Tunggu... -

Pusat Pembinaan Analis Kebijakan (PUSAKA) merupakan salah satu unit di bawah Kedeputian Bidang Kajian Kebijakan, LAN RI yang bertugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK), penyusunan dan pengembangan sistem informasi analis kebijakan, serta pemberian bantuan dan teknis administratif kepada pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya. PUSAKA terus berupaya memperkuat eksistensinya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang pembinaan Analis Kebijakan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguji Netralitas ASN di Tengah Pesta Demokrasi

30 Januari 2018   08:31 Diperbarui: 30 Januari 2018   09:45 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun yang penting karena serentetan agenda politik nasional akan digelar pada tahun tersebut, seperti Pilkada serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Situasi ini sangat berpengaruh secara sistematis terhadap pemerintahan Indonesia, karena dengan adanya pemilihan yang baru akan menggantikan kedudukan yang lama dan tentunya arah kebijakan yang dimiliki juga berbeda dengan sebelumnya. Dikatakan sistematis karena pergantian kedudukan ini terjadi dari tingkat pusat hingga daerah.

Seluruh lapisan masyarakat dipastikan akan terlibat dan terkena dampak dari pesta demokrasi yang berlangsung hingga tahun depan, tak terkecuali Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kini lebih dikenal sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Keterlibatan ASN sendiri dalam pesta politik ini sebenarnya sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.53/2010. Namun dalam pelaksanaannya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah mencatat 45 pelanggaran netralitas ASN sepanjang 2016 dan 2017.

Dalam sosialisasinya, baru-baru ini MenPAN-RB dan KASN telah mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan mengenai netralitas ASN dalam Pemilu yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa perlu surat edaran sementara peraturan mengenai netralitas sudah dibuat sebelumnya? Apakah surat edaran tersebut hanya bentuk sosialisasi dari instansi terkait kepada ASN? Atau surat edaran tersebut untuk memperjelas PP yang sudah ada mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ASN? Yang jelas dengan adanya surat edaran tersebut, sangat wajar jika masyarakat mempertanyakan netralitas ASN saat ini.

Mengapa Netralitas ASN Dipertanyakan?

Secara individual, seorang ASN adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki hak dalam kebebasan berserikat dan berkumpul seperti yang tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945. Dalam Pasal 23(1) UU No.39/1999 tentang HAM, juga dijelaskan bahwa Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. Namun di sisi lain, seorang ASN juga terikat dengan kode etik dan kode perilaku ASN. Hal ini menjadi kondisi yang dilematis bagi seorang ASN, dimana antara hak pribadi dan kewajiban untuk menjaga netralitas saling berseberangan.

Kita ambil contoh, baru -- baru ini seorang ASN yang kebetulan adalah istri bakal calon gubernur dipanggil oleh Bawaslu karena keikutsertaannya mendampingi suami dalam pendaftaran bakal calon gubernur. Walau dengan alasan yang bersangkutan telah mengambil cuti di luar tanggungan negara selama satu tahun, Bawaslu tetap memberikan teguran. 

Berdasarkan PP 53/2010, seorang ASN dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu. Konflik identitas dan peran yang dialami ASN tersebut juga dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan batasan dari aturan netralitas itu sendiri, yang masih membuka ruang untuk diterjemahkan secara subjektif sehingga menimbulkan multitafsir walaupun sudah dipertegas melalui surat edaran.

Dampak dari surat edaran tersebut, ASN lainnya saat ini akan menjadi was-was / khawatir terhadap penggunaan media sosial. Dampak ini terlihat seperti merenggut kebebasan bersosial media ASN, yang juga dilindungi oleh UU.  Seperti contoh, memberikan like dan mem-follow salah satu bakal calon kepala daerah, walaupun tidak ada maksud mendukung calon tersebut. 

Bisa dicontohkan juga, jika seorang ASN saat ini mem-follow akun Twitter salah seorang bakal calon presiden, apakah saat dia menjadi calon presiden kita harus menghapus foto bersamanya yang dilakukan beberapa tahun yang lalu? Jika dilihat dari kasus ini, tentu dibutuhkan revisi peraturan agar netralitas ASN menjadi lebih jelas. Revisi peraturan yang dilakukan semestinya dapat mengurangi kasus serupa terulang lagi. Revisi tersebut harus dengan memperjelas peraturan yang sudah ada menjadi lebih rinci namun tidak mengekang hak pribadi ASN.

Bagaimana menjamin netralitas ASN?

Untuk menjaga dan menjamin netralitas ASN, ada beberapa hal yang sebaiknya dibenahi dan dioptimalkan. Dalam konteks Pilkada serentak dimana kegiatan ini tersebar di 171 daerah seluruh Indonesia, tentu akan sulit untuk pemerintah pusat mengawasi setiap kegiatan ASN sebelum, saat, dan sesudah Pemilu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun