Mohon tunggu...
Pulo Siregar
Pulo Siregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Advokasi Nasabah

Pegiat Advokasi Nasabah melalui wadah Lembaga Bantuan Mediasi Nasabah (LBMN). Pernah bekerja di Bank selama kurang lebih 15 tahun. Penulis buku BEBASKAN UTANGMU. Melayani Konsultasi/Advokasi Nasabah. WA: 081139000996 Email: lembagabantuanmediasi@gmail.com Website: www.medianasabah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bertani dari Hati [1]

22 Januari 2023   12:10 Diperbarui: 21 Agustus 2023   08:30 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bermula dari rasa keinginan untuk membantu masyarakat petani untuk mengatasi permasalahannya dibidang permodalan, maka muncullah ide untuk merealisasikannya melalui pola kerjasama tertentu sesuai kesepakatan bersama.

Dan, karena pada dasarnya hanya untuk mengatasi permasalahan permodalan, maka pola kerjasama tertentu dimaksud secara tidak langsung mensyaratkan syarat lain yang harus tersedia yaitu ketersediaan lahan dan tenaga kerja di lain pihak.

Bahwa dengan adanya kombinasi 3 komponen dasar dimaksud yaitu lahan, tenaga kerja dan modal, secara teori  niscaya permasalahan klasik para petani bisa teratasi.

***

Dari hasil penyaringan beberapa calon mitra yang dianggap potensial, terjadilah kesepakatan kerjasama dengan 3 keluarga petani yang memenuhi syarat, yaitu petani yang mempunyai lahan minimal 2 hektar, dan ada tenaga yang siap untuk mengelolanya sesuai jenis tanaman yang akan ditanam sesuai kesepakatan yang untuk awal-awal difokuskan untuk tanaman Cabe, Kentang, Tomat dan yang sejenisnya.

Dari beberapa contoh simulasi yang bersumber dari potensi, asumsi maupun proyeksi, disepakatilah  sistem bagi hasil dengan sistem fifty-fifty (50 :50) dari keuntungan. Sementara keuntungan dimaksud adalah hasil bersih dari penjualan setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pemilik modal.

Dengan pola kerjasama ini, kecuali untuk biaya tenaga kerja,  semua biaya-biaya yang harus keluar menjadi tanggungan  pemilik modal, mulai dari olah lahan, bibit, pupuk, pestisida dan yang lain-lainnya yang terkait pada setiap sesi tanam mulai dari awal hingga panen, akan diperhitungkan terlebih dahulu, lalu sisanya dibagi dua, dengan catatan bahwa apabila karena satu dan lain hal  mengakibatkan  tidak ada untung atau malah rugi, maka kerugian tersebut tidak dibebabankan kepada Petani, akan tetapi menjadi risiko pemilik modal.

***

Singkat cerita, dari 3 keluarga petani yang kerjasama tersebut tak satu keluargapun yang dapat memberikan imbal jasa sebagaimana yang diharapkan. Jangankan imbal jasa, untuk kembali modal saja dari hasil panen tanaman yang ditanaman  tidak pernah terjadi. Bahkan untuk hanya setengahnyapun tidak bisa sama sekali.

Mulai dari sesi pertama, kedua, ketiga dan seterusnya hingga rata-rata 5 sesi musim tanam sesuai musim tanamnya, tidak pernah satu sesipun yang bisa menghasilkan untung. Bahkan  jangankan  untung, untuk kembali modal, pun hanya untuk setengahnya saja  tidak pernah  bisa tercapai, sehingga membuat semakin lama, modal semakin banyak tergerus hingga kalau dihitung-hitung sudah  mencapai 200 jutaan.

Dikira dari sesi berikutnya akan bisa menggantikan kerugian yang ada,  maka masih ada upaya-upaya untuk mencoba terus. Gagal lagi,  coba lagi, gagal lagi,  coba lagi, demikian seterusnya hingga berlangsung sampai berapa sesi percobaan.

Padahal maksudnya apabila ada keuntungan, maka keuntungan tersebut akan dimanfaatkan untuk menambah calon mitra baru dari petani lain,  supaya lebih banyak lagi yang bisa terbantu. Kalau dari awal misalnya 3 keluarga petani, setelah itu bisa  menjadi 6, dari enam bisa jadi 12, dari 12 bisa jadi 24 demikian seterusnya bisa menjadi ratusan bahkan sampai ribuan untuk jangka panjangnya.

***

Setelah melakukan evaluasi mendalam atas semua hasil kerjasama yang sepertinya tidak akan bisa lagi berujung pada hasil yang sesuai dengan yang diharapkan,  terutama juga dari 3 percontohan yang ada  namun tak satupun yang bisa memberi harapan yang positif,  maka diputuskanlah untuk menghentikan semua kerja sama.

Sedih memang. Niat  untuk membantu masyarakat petani yang dimulai dari skop yang kecil dulu untuk tujuan skop yang lebih besar lagi menjadi tidak bisa tercapai, kandas, gagal total lalu tutup buku, ditengah masih  banyak yang berminat dan siap untuk diajak kerjasama.

***

Aneh juga ya.

Modal, tenaga, lahan, pasar, pengalaman,  semua ada.

Tapi Kok  bisa gagal?

Selama ini yang mereka keluhkan adalah modal. Karena tenaga, lahan, pasar termasuk pengalaman bertani sudah tersedia. Tapi setelah modal tersedia kok tetap juga gagal?

Harusnya, secara teori tidak akan gagal. Soal harga yang turun naik tidak menjadi soal, karena pada akhirnya kalau diambil rata-rata akan tetap saja masih bisa dapat untung. Kuncinya adalah di volume atau  hasil produksi panen. Kalau volumenya sesuai, biasanya margin keuntungan masih tetap ada meskipun kondisi harga pasar sedang rendah-rendahnya.

Selain volume, konsistensi juga memegang peranan penting. Atau mengkin lebih tepatnya kesinambungan produski. Bahwa dengan adanya konsistensi, maka niscaya akan bisa mendapatkan semua harga pasar yang ada, baik itu harga tertinggi maupun harga terendah, sehingga jatuhnya adalah harga rata-rata untuk setiap tahunnya.

Katakanlah misalnya Kentang. Cost rata-rata untuk kentang mulai dari bibit hingga panen  paling rata-rata 3.000 sampai 4.000 rupiah per kilo. Sementara harga kentang dipasaran paling rendahnya rata-rata 5.000. Normalnya 6.000 sampai 9.000. 

Jadi kalau harga titik terendah sekalipun yaitu harga yang 5.000 marginnya masih ada antara 1.000 sampai 2.000 per kilo. Sehingga kalau volume atau hasil produksinya besar, misalnya 10 ton atau 20 ton, tentu marginnya juga masih relatif besar. Tinggal dikalikan saja antara volume dengan margin yang tadi. Kalau harga tinggi tentu marginnya akan lebih lebar lagi.

Demikian juga misalnya dengan Cabe. Cost rata-rata Cabe paling hanya antara 6.000 sampai 8.000 per kilo. Sementara kalau rata-rata harga dipasaran dengan durasi panen 20 kali per setiap musim tanam biasanya berkisar antara 15.000 sampai 20.000 per kilo. Bahkan lebih. Tak perlu memasukkan angka yang sering juga mencapai angka  spektakuler yaitu 75.000 -- 100.000 rupiah per kilo yang juga sering terjadi.  

Cukup hanya yang 15.000 sampai yang 20.000 saja.  Dari  salah satu  Grafik harga cabe  yang  bisa dilihat di https://www.corpstanilintong.com/2023/01/rekap-grafik-harga-cabai-merah-keriting.html  bisa  dilihat rata-rata harga cabai dalam kurun waktu 6 bulan terakhir berkisar 40 ribuan.

Kalau berdasarkan harga rata-rata dari link grafik di atas, apabila dikurangi cost rata-rata cabe yang 8.000 (ambil yang maksimal) maka akan menghasilkan margin sebesar 32.000,-  Dengan margin  sebesar itu tentu sudah pasti akan sangat "mengenyangkan". Tinggal mengupayakan volume produksi. Kalau volume produksinya besar tentu marginnya akan besar pula, sebagaimana yang sudah dibahas tadi. 

Kalau dengan volume (hasil produksinya) bisa mencapai 10 ton selama kurun waktu tersebut misalnya, dengan margin yang 34.000, hasilnya sudah 320.000 juta.  Apalagi kalau dewi fortuna sedang mendekat?  Pas hasil panen sedang puncak-puncaknya  dapat harga yang 50.000 ke atas misalnya? Tinggal dihitung saja marginnya berapa. Untuk beli mobil sekelas Fortuner  tidak akan menjadi sesuatu yang mustahil.  
 

***

Dan,  entah bagaimana ceritanya, mungkin juga karena tak  kuat menahan sedih berlama-lama karena tidak bisa lagi membantu tadi, atau mungkin  lebih kepada "RASA PENASARAN" yang sangat mendalam, yang semakin lama dipendam semakin membuncah dalam hati, secara tiba-tiba  muncul ide supaya terjun langsung saja ke lapangan supaya bisa langsung mengaplikasikan atau mempraktekkannya  sendiri.

Lalu, terjadilah apa yang terjadi.


Dan, setelah mampu mengeliminir segala hambatan dan rintangan yang ada pada tahap finalisasi keputusan  untuk rencana  terjun langsung ke lapangan, Ibukotapun ditinggalkan,  terpisah dulu untuk sementara dari keluarga tercinta, juga dari segala komunitas yang ada,  untuk kemudian bergelut dengan dunia pertanian yang tak akan jauh-jauh dari suasana sepi,  lumpur, kotor, panas terik, hujan dan yang lain-lainnya lagi, dari yang sebelum-sebelumnya berada  dalam suasana kantor yang ramai, sejuk, bersih, wangi, dokumen, pulpen,  laptop, restoran,  mall dan seterusnya dan seterusnya lagi.

Juga, mau  tidak mau harus menggunakan jalur darat lagi menggunakan kendaraan pribadi supaya ada kendaaraan operasional di tempat, yang juga sempat menjadi bahan polemik dalam pengambilan keputusan khususnya karena terkait dengan potensi risiko yang bisa terjadi selama dalam perjalanan.

Jadilah melintasi jalur darat antara Jakarta - Lintong Nihuta melewati 5 propinsi (Banten, Lampung, Palembang, Jambi dan Pekanbaru) dengan segala nikmat suasananya salama dalam  perjalanan.

Butuh waktu 4 hari 4 malam untuk sampai tiba di tempat, karena kalau pada malam hari tiba akan lebih memilih istirahat dulu di tempat penginapan supaya pada pagi harinya bisa lebih fresh lagi untuk melanjutkan perjalanan. Kesempatan untuk menikmati jajanan Kuliner pada setiap daerah yang dilewati menjadi salah satu penyebab lamanya waktu perjalanan.

***

MESTAKUNG Alias Semestapun Mendukung. Paling tidak: "mungkin".

Bagaimana tidak. Tak perlu berlama-lama mencari lahan yang sesuai, lahan yang strategispun bisa langsung ditemukan. Tidak terlalu jauh dengan jalan raya, dekat dengan perkampungan, sarana lalu lintas tidak masalah karena  bisa dilalui kendaraan roda 4  ke atas, bahkan hingga dump truck, traktor maupun alat berat.

Mengenai cadangan airpun tidak ada masalah. Hal yang perlu diantisipasi apabila terjadi musim kemarau. Terutama kalau terjadi kemarau panjang. Karena kalau cadangan air tidak terkelola dengan baik, maka taruhannya adalah risiko gagal panen. Kalau gagal itu terjadi alangkah sedihnya nanti. Akan sia-sia saja semua  daya upaya yang sudah dilakukan.  

Lalu, masalah  tempat tinggal sementarapun bisa langsung terjawab, karena tersedianya semacam guest house yang sangat representatif tak begitu jauh dari lokasi, yang bisa  tinggal masuk tanpa perlu memikirkan sarana prasarana untuk keperluan tempat tinggal, lengkap dengan ketersediaan air panasnya, yang sebelumnya sempat menguras pemikiran untuk cara mengatasinya.

Dan, catatan harianpun siap menampung gorean-goresan kisah yang akan dicatatkan. Dimulai dengan catatan kegiatan awal hingga catatan kegiatan untuk yang berikut-berikutnya sebagaimana berikut ini.

***

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun