Dalam sebuah puisi yang murung, berjudul Yang Terampas dan yang Terputus, Chairil Anwar, Penyair bohemian Indonesia itu menulis, "di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin". Karet yang dimaksud penyair itu adalah pemakaman umum Karet. Chairil seperti sedang menunjukkan masa depannya sendiri. Ia sedang menjengkal nasib.
Kemurungan seperti itu sebenarnya dihadapi siapa saja. Seseorang yang berharap sesuatu yang sudah sangat lama, namun belum juga tercapai. Antara masih percaya dan tidak, orang itu berusaha untuk menunggunya. Sampai seolah-olah ia harus menjengkal nasibnya. Meraba ketidakpastian.
Di Indonesia timur misalnya, masyarakat di sana berharap sejak lama adanya pemerataan pembangunan. Mereka seperti anak tiri. Sekian puluh tahun sesudah kemerdekaan mereka terlupakan. Infrastruktur tidak dibangun. Lapangan kerja sulit, karena minim industri. Saat malam hari mereka harus menyalakan lampu minyak karena tidak ada listrik.
Tahun-tahun penuh kemurungan telah mereka hadapi dengan tabah. Tidak ada keluhan, apalagi cita-cita untuk melawan negara.
Harapan baru muncul ketika mereka mendengar, seorang pemimpin baru sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur dan perekonomian. Jalan-jalan baru dibentangkan. Kapal laut hilir-mudik membawa bahan perdagangan. BBM satu harga diberlakukan. Dan yang juga sangat penting, pembangkit-pembangkit listrik mulai didirikan.
Memang lampu rumah mereka tidak langsung menyala, tapi keyakinan untuk mendapatkan listrik semakin bertambah mantap. Mereka jadi percaya, negara ternyata tidak meninggalkan mereka.
PLN sebagai wakil dari Pemerintah telah diberi tugas untuk menyalurkan listrik ke kawasan Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T), salah satunya di Kabupaten Manggarai Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Memang bukan kerja yang mudah, karena selain banyak daerah yang sulit dilalui, pandemi Covid-19 menambah beban berat pembangunan.
Tetapi demi harapan yang terkubur sekian puluh tahun lamanya, PLN bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai target. Jika jalan tak bisa dilalui kendaraan, mereka memanggul tiang listrik, membawa kabel berkilo-kilo meter jauhnya. Jika tak ada jembatan, mereka masuk ke dalam sungai dan menyeberanginya sambil berjalan kaki.
Dalam keadaan berat itu para petugas masih juga harus behati-hati pada daerah rawa, binatang berbisa dan Corona.
Kerja keras itu membuahkan hasil. Menurut data PLN, hingga Juni 2020 rasio desa berlistrik di Kabupaten Manggarai Timur telah mencapai 85,23 persen. Khusus di Dataran Flores, PLN juga telah berhasil menyalakan listrik ke 46 desa pada 2020.