Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN

Seorang pembelajar yang Ingin terus mengasah diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terjebak Cinta Brondong

28 Februari 2021   03:40 Diperbarui: 28 Februari 2021   03:44 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Judulnya saja sudah bikin pusing. Apalagi kisahnya. Kisah yang tersaji antara realita dan semu belaka. Dilatarbelakangi oleh rasa yang muncul di kala ada riak-riak yang hilang timbul dalam lubuk hati. Rasa yang tak dikehendaki namun muncul begitu saja dan butuh ruang pelampiasan untuk menghempaskannya.

Kenapa harus dihempaskan? Bukankah rasa cinta butuh disalurkan pada jalannya? Apakah itu bukan rasa yang benar? Apakah rasa yang tumbuh itu salah?

Awal kisah dari sebuah acara family gathering. Acara tersebut membutuhkan event organizer yang ditugaskan untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. Mulai dari transportasi, konsumsi, penginapan dan seabrek tetek bengek lainnya.

Komunikasi intensif dijalin dengan sang penyelenggara. Mulai dari chat via WA, telepon dan kadang medsos lain digunakan untuk memperlancar acara.

Pagi, siang, malam komunikasi kadang dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Namun kadang juga hanya sekedar bertegur sapa antara panitia dengan sang penyelenggara.

Kegiatanpun dilaksanakan dengan berbagai macam persoalan yang terjadi. Hubungan antara panitia yang ditugasi dengan penyelenggara acara semakin intensif. Persoalan yang terjadi kadang membutuhkan komunikasi yang sangat intensif. Pembicaraan khusus empat mata untuk membahas dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

Komunikasi yang intensif sebelum, selama dan sesudah acara dalam rangka evaluasi bersama rupanya tidak mudah terlupakan begitu saja. Walau kegiatan telah selesai komunikasi diantara panitia tersebut dengan penyelenggara masih berlanjut. Rupanya hambatan usia tak menjadi masalah diantara mereka.

Padahal usia mereka terpaut lumayan jauh. Sang wanita sebagai panitia sudah jelita ( jelang lima puluh tahun) sedang pihak penyelenggara menapak usia puncak karir bagi seorang pria yaitu empat puluh tahun.

Rupanya kesan yang timbul begitu dalam. Kenangan selama menyelenggarakan acara itu tidak mudah terlupakan. Akhirnya hubungan terus berlanjut hingga meluncur menjadi kisah tersendiri diantara mereka berdua.

Walau mereka tidak mengakui kalau ada hubungan spesial, ada rasa khusus yang timbul, ada kisah yang tercipta, semua itu tersimpan dalam hati. Terpatri dalam jiwa karena status masing-masing yang telah terikat dalam bingkai rumah tangga.

Atas nama keluarga, demi menjaga keutuhannya mereka terus mencoba melupakan kisah yang ada. Namun kemudahan komunikasi lewat media sosial yang setiap saat terpegang dalam genggaman ternyata tidak mudah terselesaikan.

Saling blok media sosial sudah dilakukan. Namun lagi-lagi banyaknya jalur komunikasi yang ada tidak mudah berhenti begitu saja. Sesekali masih ada bait-bait puisi yang tercipta dan mengetarkan jiwa.

Antara rasa dan logika saling berperang. Nafsu dan kebenaran berdilema. Menuntut pernyataan dan pelampiasan. Sujud-sujud panjang di malam sunyi tak berdaya menampung gejolak yang ada.

Hati yang resah, gelisah, galau dan merana ditumpahkannya dalam tangisan pilu meminta ketenangan dan kedamaian jiwanya.

Terjebak dalam cinta kepada orang yang tak disangkanya mampu memporakporandakan jiwanya, membuatnya butuh pendampingan. Ditumpahkannya rasa tersebut kepada pasangan hidupnya.

Rasa yang selama ini dipendamnya sendiri akhirnya terkuak. Tak sanggup dia memendamnya. Kebijakan dan kesabaran suaminya telah menuntunnya pada jalan kembali.

Walau suaminya sakit hati dan kecewa dengan kenyataan yang ada. Namun cinta dan kasihnya menginginkan istrinya untuk kembali. Apa ang sudah terjadi adalah sebuah kesalahan dan bersedia memaafkan.

Janji untuk tidak kembali berhubungan dengan dia yang membuat dirinya mendua diucapkannya. Rupanya rasa yang telah dialaminya itu tidak sehatusnya terjadi. Kesadaran itu membuat dirinya lebih mencinta dengan apa yang telah dipunyainya. Dia lepaskan harapannya untuk memiliki apa yang memang bukan miliknua.

Pelajaran tersebut memberikan kesadaran pada dirinya akan makna hidup yang lebih berarti. Hidup tidak sekedar menurutkan hawa nafsu, keinginan sesaat. Namun ada hal-hal yang harus tetap dijaganya dalam kerangka menuju tujuan hidup yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun