Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Bukan Urusan Saya"

23 November 2015   08:08 Diperbarui: 23 November 2015   08:36 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kantor Bupati Tanah Bumbu sempat "hilang" ditelan kabut asap "][/caption]Puja Mandela 

‪Tidak semua sensitifitas itu baik. Tetapi juga tidak semua sensitifitas itu tidak baik. Sifat sensitif adalah salah satu anugerah Tuhan yang harus digunakan secara bijak.‬

‪Bagi sebuah ponsel pintar, sensitifitas  layar sentuh memang sangat diperlukan. Apalagi di era ponsel Android seperti sekarang ini.‬ Hal ini juga berlaku bagi manusia. Jika tidak digunakan secara bijak, sensitifitas yang rendah akan menimbulkan banyak kerugian. Begitupula sifat sensitif yang terlalu berlebihan.‬

‪Sikap sensitifitas berlebih ini banyak sekali kita temui di media sosial. Trend media sosial saat ini membuktikan bahwa banyak sekali para nitizen yang memiliki sensitifitas berlebih saat menyikapi pemberitaan politik atau artikel berbau agama.‬

‪Twitwar di media sosial Twitter bukan lagi hal yang tabu. Setiap hari kita bisa menyaksikan Twitwar antar selebritis, tokoh nasional maupun tokoh politik. Bahkan tidak jarang twitwar tersebut berujung di meja hijau. Misalnya, ketika Ahmad Dhani mengeluarkan kritik bernada absurd kepada presiden Jokowi, eh.. yang tersinggung malah Farhat Abbas.‬ ‪Bukan apa-apa, tapi ini adalah bentuk sensitifitas berlebih dari Farhat Abbas kepada Ahmad Dhani.‬ ‪Ini seperti ketika kita menembak macan hutan, tapi justru kucing dapur yang terkena peluru. Kan aneh.

‪Tetapi menurut saya, para pejabat di Indonesia memang perlu memiliki sense of sensitif yang tinggi. Idealnya, para pejabat harus langsung mengumumkan pengunduran dirinya ketika dirinya menyandang predikat sebagai terduga koruptor.

‪Mayoritas rakyat Indonesia saat ini menunggu sensitifitas pemerintah pusat menangani bencana kabut asap dan meringkus pelaku pembakaran hutan. Kabut asap tidak hanya merugikan masyarakat dari sisi materil saja, tetapi juga merugikan dari sisi kesehatan dan psikologis.

Masyarakat korban asap juga sudah sering mendesak pemerintah untuk membuka daftar perusahaan yang melakukan pembakaran hutan. Tetapi sampai sekarang, tak ada tanda-tanda pemerintah untuk mengumumkan daftar perusahaan yang dinilai sebagai penjahat lingkungan itu. Pemerintah dinilai kurang sensitif. 

Sebaliknya, saat ini pemberitaan soal asap sudah mulai menghilang dan kalah dengan berbagai pemberitaan terkait banjir Jakarta, terorisme ISIS atau soal pencatutan nama presiden Indonesia. Tapi rakyat tak peduli, korban asap (termasuk saya) tetap berupaya menyuarakan agar daftar perusahaan pembakar lahan dibuka ke muka publik. Setelah itu? Tentu saja harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.

Sejauh ini, masyarakat dan aktivis lingkungan sudah mendesak dan mengkritik pemerintah penanggulangan bencana asap termasuk menangkap para pelakunya. 

Ya namanya juga masyarakat, bisanya cuma mengkritik pemerintah. Tapi meski kritik datang bertubi-tubi, sejauh ini respon pemerintah biasa-biasa saja.Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan justru bersikukuh untuk tidak mengumumkan daftar perusahaan pembakar lahan. Ia beralasan, pengumuman daftar perusahaan pembakar lahan akan berdampak terhadap ketenagakerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun