Aku coba tutup mata dari penglihatan samar-samar pro-kontra, biarkan mereka dengan kesimpang-siurannya aku dengan pandangan bijaksana.
Pengemis renta hingga bayi tak bedosa, mata melotot atau tatapan sirna, berkaki dua atau dua tapi satu di sembunyikannya, aslinya kaya atau memang asli sengsara. Biar aku dengan uluran tangan tak seberapa, setidaknya memantik senyuman jauhkan mereka mengumpat; Celaka.
Anggap saja mereka peminta-minta punya niat baik hidupi keluarga, terpandang hina tapi keahlian mereka ya cuma satu; meminta-minta. Dari pada anda kaya raya tak punya keahlian mulia memberi secuil hartanya bukankah itu di mata Tuhan sama-sama hinanya.
Bulan baik harusnya jadi lebih jernih menyikapi tanda tanya, apakah aku berdosa bila memberi ? Atau mereka yang salah hingga liar berkeliaran meminta-minta di jalanan.
Kadang mereka berusaha menahan diri diam kelaparan terkapar di gubuk tua pun hatiku mana sampai menuntun kedua langkah mengetuk keadaannya, Tapi ada pula Tuan besar tak bermoral yang sengaja mengkoordinir kemalangan mereka demi kesejahteraan sendiri rekeningnya.
Bagiku kasih ya kasih aja sembari sejenak membayangkan bila aku yang menjadi mereka, tak peduli besaran rasa malu bila bersua teman kerabat lama, tak peduli panas terik debu jalanan merusak penampilan nantinya. Aku pasti takkan sanggup bila tak terpaksa atau punya keahlian serupa.
Bersyukur Ya Tuhan, di bumiMu ini aku Engkau beri peran menjadi Raja paling kaya di hadapan mereka yang membungkuk meminta-minta. Namun berlemah lembutlah terhadap mereka, Jangan pernah membentak mereka. Mereka itu bukan robot yang tak berair mata.
******
"Ku ikuti apa yang memberatkan hati dan langkah ini, karena kata Tuhan di situ banyak pahalanya."