Menjelang pengumuman hasil pemungutan suara pada tanggal 20 Mei 2019, FKB mengeluarkan pernyataan sikap yang berseberangan dengan sekelompok purnawirawan TNI lainnya.Â
Dengan inisiator mantan KSAD Jenderal (Pur) Wismoyo Arismunandar bersama sejumlah purnawirawan yang tidak sehaluan dengan FKB, pada tanggal 20 Mei 2019 di Hotel Akmani Jakarta kelompok ini mengajak purnawirawan TNI AD di semua level untuk mematuhi hasil pemilu 2019 yang telah dilakukan berdasar konstitusi.Â
Wismoyo juga meminta para purnawirawan untuk tidak tergoda dengan ajakan-ajakan melakukan tindakan di luar konstitusi (VOA.com) <1>. Meskipun berbeda isi, pernyataan kedua kelompok mantan petinggi TNI ini merupakan aktualisasi hak berkumpul dan menyatakan pendapat di muka umum
Jauh-jauh hari sebelumnya, Tribunnews.com tanggal 25 Maret 2019 melaporkan bahwa sejumlah purnawirawan serta veteran pejuang menyatakan keprihatinannya menjelang proses Pemilu 2019 yang menyebabkan keterbelahan di masyarakat.Â
Pada kesempatan itu, Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Letjen (Pur) Rais Abin, mengajak masyarakat untuk terus memegang teguh komitmen menjaga dan melindungi keutuhan bangsa negara yang berdasarkan Pancasila <2>.
Fakta adanya perbedaan pandangan politik para purnawirawan mantan petinggi di jajaran TNI tampak jelas, dari yang sekedar perang pernyataan terbuka di media, ajakan sumpah pocong untuk jaminan kebenaran atas suatu peristiwa yang dipolemikkan, sampai yang aksinya menyebabkan ancaman pidana makar.Â
Demikianlah situasi elit purnawirawan TNI dalam menyikapi proses menjelang dan pascapemilu. Bagaimana situasi purnawirawan TNI akar rumput?
Berbeda dengan purnawirawan mantan pejabat tinggi TNI, dalam pengamatan penulis situasi purnawirawan mantan prajurit bawahan dan keluarganya juga mengalami gangguan interaksi sosial gara-gara perbedaan menyikapi program kampanye dan serbuan hoax tentang kontestan pemilu.Â
Akibat perbedaan aspirasi politik, Â bisa membuat seorang ibu di komplek perumahan tentara yang berjualan dengan membuka toko menjadi kehilangan pelanggan belanja, ada yang menjadi enggan hadir di kegiatan sosial dan yang paling ringan keluar dari grup medsos Whatapp.
Bisa jadi purnawirawan yang tergabung dalam organisasi bentukan partai tertentu akan merasa lebih nasionalis dibanding purnawirawan lainnya, di kubu yang berseberangan yang dituduh berkolaborasi dengan asing dan aseng.Â
Purnawirawan mantan prajurit bawahan juga dapat terjebak dalam isu politik identitas yang sengaja dikembangkan untuk meraih kekuasaan. Dengan demikian polarisasi purnawirawan TNI pun tak terhindarkan lagi. Menurut penulis  "polarisasi dan friksi antar kelompok purnawirawan TNI tersebut berpotensi meningkatkan friksi horizontal di masyasrakat luas".