Tulang Bawang Barat (Tubaba), kabupaten muda dengan semangat kosmopolit namun berakar kuat pada nilai lokal, kini berada di titik kritis.Â
Di tengah geliat ekonomi malam dan modernisasi ruang-ruang publik, muncul kegelisahan sosial yang tak bisa diabaikan, kehadiran tempat hiburan malam (karaoke) yang menjamur tanpa arah tata ruang yang tertib dan etis.
Dentuman musik dari ruang-ruang malam bukan hanya simbol ekspresi atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga alarm keras akan absennya kejelasan regulasi, zonasi, dan keberpihakan terhadap nilai-nilai harmoni sosial. Di Tubaba, kita menyaksikan pertarungan diam-diam antara industri hiburan dan ruang spiritual masyarakat.
Prolog dari Suara Malam Ketika Gema Musik Bertabrakan dengan Doa
Tersebar beberapa tempat jika kita mencari kata kunci (Karoke di Tubaba) samar samar diantara pelupuk mata jenis usaha hiburan itu berdiri berdampingan dengan masjid, pesantren, hingga sekolah.Â
Ruang-ruang yang seharusnya sunyi dan sakral kini terusik oleh getaran bass dan lampu disko. Ini bukan sekadar masalah kebisingan. Ini adalah pertarungan nilai -- antara relaksasi dan refleksi, antara hiburan dan ketenangan.
Pertanyaannya bukan lagi "boleh atau tidak", melainkan;
Apakah semua telah sesuai aturan?
 Apakah Tubaba memiliki peta jalan zonasi hiburan yang legal, adil, dan beretika?
Ketika Legalitas Tak Selalu Berarti Legitimasi