Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bapak Rumah Tangga: Paradigma Lama vs Realitas Baru

15 Oktober 2025   21:07 Diperbarui: 15 Oktober 2025   21:07 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bekerja dan mengasuh anak-kreasi AI

Dulu, istilah bapak rumah tangga sering menimbulkan senyum miring. Lelaki dianggap gagal bila lebih banyak di rumah, apalagi kalau istrinya tetap bekerja atau bisnisnya dijalankan dari garasi. Peran ayah direduksi menjadi mesin pencari nafkah, sementara rumah dan anak-anak dianggap wilayah ibu. Tapi dunia sudah berubah. Teknologi dan cara kerja modern membuat batas antara rumah dan kantor perlahan hilang. Produktivitas kini tidak lagi diukur dari lokasi, tapi dari hasil dan dampaknya.

Saya termasuk yang mengambil jalan berbeda sejak dua dekade lalu. Tahun 2005, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan formal dan membuka software house serta IT consulting di sebelah rumah. Keputusan itu bukan spontan. Saya ingin keluar dari ritme kerja yang menelan waktu, sementara anak-anak tumbuh tanpa cukup bimbingan. Saya tidak ingin menjadi sosok yang hanya hadir di foto-foto keluarga tapi absen dalam kehidupan mereka.

Titik Balik: Ketika Memutuskan Resign. Banyak yang heran waktu itu. Rekan kantor menganggap saya nekat. Keluarga besar sempat khawatir, terutama soal finansial. Tapi saya punya perhitungan sendiri. Dunia IT sedang tumbuh pesat. Internet mulai membuka peluang usaha baru, dan saya sudah memiliki pengalaman, jaringan, serta klien potensial.

Saya mulai dari nol. Kantor saya hanya ruang depan rumah yang diubah jadi tempat kerja. Di situ ada satu komputer utama, satu meja kayu, dan papan tulis kecil untuk merancang proyek. Tapi yang saya dapatkan bukan sekadar tempat kerja baru---melainkan kendali penuh atas waktu dan arah hidup saya sendiri. Setiap pagi saya bisa mengantar anak sekolah sebelum mulai menulis kode atau rapat daring dengan klien.

Rumah dan Kantor dalam Satu Atap. Peralihan dari ritme kantor ke ritme rumah bukan hal mudah. Awalnya sulit membedakan kapan saya sedang "kerja" dan kapan sedang "di rumah". Tapi seiring waktu, disiplin tumbuh alami. Saya membuat jadwal harian sederhana: pagi untuk proyek, siang untuk urusan anak, sore untuk debugging dan administrasi. Malam untuk membaca atau mengajar anak mengerjakan PR.

Menariknya, anak-anak sering duduk di dekat saya saat saya mengetik. Mereka melihat bagaimana saya fokus, gagal, lalu mencoba lagi. Tanpa saya sadari, mereka belajar cara berpikir sistematis dan menyelesaikan masalah---bukan dari teori, tapi dari contoh langsung.

Rumah yang dulunya tempat beristirahat berubah menjadi ekosistem produktif. Istri saya membantu dalam urusan administratif dan komunikasi. Kami berdua jadi rekan kerja sekaligus orang tua yang saling menopang. Semua berjalan cair dan alami.

Finansial dan Profesional: Tidak Mundur, Justru Maju. Banyak yang mengira bekerja dari rumah berarti penghasilan tak menentu. Faktanya, justru sebaliknya. Dengan biaya operasional rendah dan fleksibilitas tinggi, saya bisa mengatur proyek dengan lebih efisien. Klien datang dari rekomendasi dan hasil kerja yang bisa saya tangani langsung tanpa birokrasi panjang.

Pendapatan memang fluktuatif, tapi nilai tambahnya jauh lebih besar: kemandirian, fleksibilitas, dan kepuasan batin. Tidak ada lagi rapat yang menghabiskan waktu tanpa hasil, tidak ada lagi macet berjam-jam. Saya bisa makan siang bersama keluarga setiap hari dan tetap menutup proyek besar di malam hari.

Dari situ saya belajar, bahwa rezeki bukan hanya angka di rekening, tapi keseimbangan antara kerja, waktu, dan makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun