Teh pagar mengajarkan kita tentang kesederhanaan rasa. Bahwa yang murni tidak perlu bungkusan cantik. Bahwa yang terbaik sering kali tumbuh di luar kebun besar, di luar rencana, di luar pasar.
Setiap tegukan teh pagar adalah tegukan memori: aroma tanah basah setelah hujan, suara ayam di pagi buta, dan percakapan tanpa tergesa. Semua hadir tanpa merek, tanpa iklan, tanpa strategi pemasaran.
Akhirnya, Teh yang Membumi
Mungkin memang sudah waktunya kita berhenti mencari teh terbaik di rak toko. Karena teh terbaik tidak dijual. Ia tumbuh diam-diam di pagar rumah-rumah kampung, menunggu seseorang datang, memetik satu daun muda, lalu menyeduhnya perlahan.
Dari sana kita belajar bahwa cita rasa tidak lahir dari pabrik, melainkan dari hubungan manusia dengan tanahnya sendiri. Teh pagar adalah warisan kecil yang mengingatkan kita pada kearifan lokal: bahwa yang sederhana bisa begitu mendalam, dan yang tak dikemas justru paling berharga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI