Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Calon Mertua Ketus, Jalan Terus Saja!

24 Agustus 2025   21:00 Diperbarui: 24 Agustus 2025   12:27 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menemui mertua-GeminiAI

Menikah adalah sebuah perjalanan, bukan sekadar sebuah acara. Ia adalah perjumpaan dua dunia, dua keluarga dengan sejarah, pola asuh, bahkan budayanya masing-masing. Di tengah perjalanan sakral itu, kehadiran sosok calon mertua kerap menjadi rintangan pertama yang harus dilewati. Ada yang disambut hangat seolah sudah menjadi bagian dari keluarga sejak lama, namun tidak sedikit pula yang diperlakukan dingin, dicurigai, atau bahkan diragukan niat tulusnya. Situasi seperti ini bisa membuat langkah goyah, menimbulkan pertanyaan besar di hati: apakah sikap calon mertua harus menjadi penghalang bagi cinta yang sudah terjalin?

Jawaban dari pertanyaan itu sesungguhnya sederhana: tidak. Sikap mereka memang penting untuk dipahami, tetapi bukan berarti harus menjadi "lampu merah" yang mematikan langkah menuju pelaminan. Justru di sanalah letak ujian kedewasaan yang sesungguhnya. Seberapa kuat cinta, komitmen, dan kesiapan kita menghadapi dinamika rumah tangga yang akan datang. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa sikap calon mertua bisa begitu sulit untuk dihadapi dan, yang paling penting, bagaimana kita bisa tetap melangkah dengan yakin bersama pasangan, meski sikap orang tua mereka belum sepenuhnya mendukung.

Memahami Keraguan yang Terselubung

Pertama-tama, kita harus menyadari satu hal krusial: keraguan calon mertua bukan semata-mata tentang diri kita sebagai pribadi, melainkan lebih banyak tentang rasa sayang dan naluri protektif terhadap anak mereka. Sebuah sikap dingin atau pandangan skeptis sering kali merupakan cerminan dari kecemasan yang mendalam, bukan penolakan secara langsung.

Beberapa alasan umum yang melatarbelakangi sikap ini sering kali berasal dari pengalaman atau kekhawatiran pribadi mereka. Mungkin ada kekhawatiran terkait faktor ekonomi. Seorang ayah yang pernah berjuang keras untuk menghidupi keluarga bisa saja melihat calon menantu yang belum mapan sebagai risiko besar. Dalam benak mereka, muncul pertanyaan, "Apa anak saya bisa hidup layak nanti?" Kekhawatiran ini bukan bermaksud merendahkan, melainkan sebuah refleksi dari pengalaman hidup mereka yang pahit.

Selain itu, latar belakang keluarga juga sering menjadi pertimbangan. Meskipun terdengar klise dan kuno, perbedaan asal-usul, budaya, atau status sosial masih sering menjadi faktor yang membuat calon mertua memasang "batas pengaman." Mereka khawatir perbedaan ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Mereka tidak bermaksud menilai rendah, hanya merasa lebih nyaman dengan apa yang sudah mereka pahami.

Kecocokan karakter juga bisa menjadi sumber keraguan. Jika calon menantu terkesan terlalu santai, terlalu kaku, atau belum menunjukkan kematangan, orang tua bisa merasa ragu. Mereka melihat calon menantu sebagai cerminan potensi masa depan anak mereka. Terkadang, sikap dingin ini adalah cara mereka untuk menguji seberapa besar keseriusan dan ketangguhan calon menantu.

Dan yang paling emosional adalah ketakutan akan kehilangan. Orang tua sudah terbiasa dengan kehadiran anak mereka dan khawatir jika anak mereka "direbut" oleh orang lain setelah menikah. Mereka takut kehilangan waktu, perhatian, dan kedekatan yang sudah terjalin selama puluhan tahun. Sikap dingin yang mereka tunjukkan adalah bentuk pertahanan diri dari rasa kehilangan yang belum bisa mereka hadapi.

sikap mertua-geminiAI
sikap mertua-geminiAI

Dua Sisi Mata Uang: Keraguan dan Penolakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun