Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Bayangan di Permukaan Sendang Senjoyo

21 Agustus 2025   23:30 Diperbarui: 21 Agustus 2025   10:38 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin malam berhembus lirih, membawa aroma basah dari pepohonan tua di sekitar Sendang Senjoyo. Gemericik air terdengar pelan, seperti bisikan halus yang menyusup ke telinga. Bulan separuh memantulkan cahaya pucat di permukaan air jernih sendang itu, seakan membentuk cermin alami yang menyimpan rahasia tak terucap.

Di tepi sendang, Arga berdiri dengan napas tercekat. Ia baru saja tiba bersama dua temannya, Sinta dan Bayu. Mereka bertiga mahasiswa sejarah yang tengah melakukan penelitian tentang situs-situs purbakala di sekitar Salatiga. Menurut warga, Sendang Senjoyo bukan hanya sekadar sumber air, melainkan peninggalan dari masa Raja Sanjaya, penuh dengan kisah mistis dan cerita rakyat yang tak pernah hilang.

"Katanya, Joko Tingkir pernah bertapa di sini, lho," bisik Bayu, suaranya terdengar dibuat-buat misterius.
Sinta mendecak pelan. "Udah jangan nakut-nakutin. Kita ke sini buat penelitian, bukan buat cerita hantu."
Arga hanya diam. Matanya terpaku pada air sendang yang memantulkan bayangan bulan. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang bergerak samar di permukaan---bayangan yang tak sesuai dengan apa yang ada di sekitarnya.

Mereka mulai memasang peralatan: kamera, buku catatan, dan lampu portabel. Namun sejak awal, suasana terasa tidak biasa. Angin berhenti berembus, seolah udara di sekitar sendang menahan napas. Malam semakin senyap, hanya suara tetesan air dari celah batu yang terdengar jelas.

"Eh, kalian denger nggak?" tanya Sinta, menoleh cepat.
"Denger apa?" Bayu menyipitkan mata.
"Kayak ada orang nyanyi... pelan banget."

Arga menajamkan telinga. Benar, ada suara lirih seperti tembang Jawa kuno. Lembut, namun sarat kesedihan. Lagu itu terdengar seakan muncul dari dasar air sendang.

Mereka bertiga saling pandang. Bayu mencoba menepis. "Paling cuma warga sekitar lagi latihan karawitan."
"Tapi sekarang jam berapa? Udah hampir tengah malam," bisik Sinta.

Arga melangkah mendekat ke tepi air. Ia jongkok, menatap permukaan yang berkilauan. Sekilas, ia melihat sosok perempuan berambut panjang, kebaya lusuh melekat di tubuhnya. Perempuan itu duduk bersila di dasar sendang, matanya terpejam seakan tenggelam dalam doa.

"Gila..." Arga bergumam. Ia mengucek mata, namun bayangan itu masih ada. Lebih jelas. Kini perempuan itu perlahan membuka mata. Pandangannya lurus menembus permukaan, tepat ke arah Arga.

Seketika tubuh Arga kaku. Dari kejauhan, Sinta menjerit.
"Arga! Mundur!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun