Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pertama di Dunia: Pembuatan Gerabah Putaran Miring Khas Klaten

9 Agustus 2025   15:11 Diperbarui: 9 Agustus 2025   15:11 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembuatan gerabah dengan putaran miring - Genpi.co

Gerabah, atau yang sering disebut sebagai kerajinan tanah liat, merupakan salah satu produk khas yang telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak zaman kuno. Hampir di setiap masyarakat tradisional di seluruh dunia, kerajinan ini memiliki peran penting, baik sebagai perlengkapan rumah tangga, sarana penyimpanan, maupun sebagai benda seni yang mencerminkan identitas budaya. Proses pembuatannya yang umumnya dilakukan secara manual, mulai dari pengolahan tanah liat, pembentukan, pengeringan, hingga pembakaran, menunjukkan keterampilan dan ketelatenan pengrajinnya. Selain fungsinya yang praktis, gerabah juga sering dihiasi dengan motif-motif tertentu yang memiliki makna simbolis, sehingga menjadikannya bukan hanya sekadar barang pakai, tetapi juga warisan budaya yang sarat nilai sejarah dan estetika. 

Proses pembentukan gerabah dimulai dari pemilihan tanah liat yang berkualitas, biasanya yang memiliki tekstur halus dan plastis agar mudah dibentuk. Tanah liat tersebut kemudian dibersihkan dari kerikil, akar, atau kotoran lain, lalu dicampur dengan air hingga mencapai tingkat kelembekan yang pas. Setelah itu, tanah liat diuleni atau diaduk secara merata untuk menghilangkan gelembung udara yang bisa menyebabkan retakan saat pembakaran. Tahap berikutnya adalah pembentukan, yang dapat dilakukan dengan berbagai teknik, seperti dipilin, dicetak, atau menggunakan alat putar (meja putar tembikar). Pada tahap ini, pengrajin mulai menentukan bentuk dasar sesuai fungsi yang diinginkan, misalnya kendi, piring, atau vas. Setelah bentuknya jadi, gerabah dibiarkan setengah kering untuk memudahkan tahap perapihan, seperti penghalusan permukaan dan pemberian hiasan ukir atau lukis. Proses ini berlanjut ke pengeringan penuh di udara terbuka sebelum akhirnya dibakar pada suhu tinggi agar menjadi keras, kuat, dan siap digunakan.

Di Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, terdapat sebuah daerah penghasil gerabah yang memiliki keunikan tersendiri, yaitu penggunaan teknik putaran miring dalam proses pembentukannya. Teknik ini berbeda dari metode pembuatan gerabah pada umumnya yang menggunakan meja putar datar. Putaran miring membuat pengrajin harus menyesuaikan gerakan tangan dan ritme pembentukan dengan kemiringan alat, sehingga menghasilkan bentuk yang khas dan detail yang sulit ditiru oleh metode lain. Menariknya, teknik ini bukanlah inovasi modern, melainkan warisan tradisi yang telah ada sejak sekitar 600 tahun lalu. Menurut cerita setempat, teknik putaran miring pertama kali diajarkan oleh Ki Ageng Pandanaran, seorang tokoh berpengaruh pada masa penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Hingga kini, keterampilan ini terus diwariskan secara turun-temurun, menjadikannya tidak hanya sebagai keterampilan teknis, tetapi juga simbol identitas budaya dan sejarah yang melekat kuat pada masyarakat pengrajin gerabah di Klaten.

Proses pembuatan gerabah di Desa Melikan, Klaten, meskipun memiliki keistimewaan pada penggunaan teknik putaran miring, secara garis besar mengikuti tahapan umum pembuatan gerabah tradisional. Tahap awal dimulai dengan mempersiapkan bahan baku utama, yaitu tanah liat basah (lempung) yang merupakan campuran tanah hitam, air, dan pasir. Campuran ini kemudian digiling menggunakan mesin molen untuk menghasilkan adonan lempung yang plastis dan siap dibentuk dalam jumlah besar. Adonan tersebut dapat diolah dengan berbagai teknik, seperti teknik putaran tegak, teknik putaran miring, atau bahkan teknik cetak menggunakan barang bekas seperti kemasan sampo.

Khusus untuk teknik putaran miring, lempung diletakkan di atas perbot miring---papan putar yang terbuat dari kayu jati atau mahoni---yang dilengkapi dengan pedal, pegas, dan tali sehingga dapat berputar secara stabil dengan kemiringan tertentu. Kemiringan ini menuntut keterampilan khusus pengrajin untuk menjaga bentuk gerabah tetap simetris dan rapi selama proses pembentukan. Setelah bentuk dasar terbentuk dan permukaan dipoles, gerabah dilapisi tanah merah sebagai pewarna alami. Lapisan ini kemudian dikeringkan, dihaluskan, dan dikeringkan kembali hingga mencapai hasil akhir yang halus dan siap dibakar.

Tahap pembakaran dilakukan pada suhu 600--700C selama sekitar 10--12 jam. Proses ini tidak hanya mengeraskan dan memperkuat gerabah, tetapi juga memberikan warna khas cokelat kemerahan yang menjadi identitas gerabah Melikan. Keunikan warna ini, ditambah teknik putaran miring yang langka, menjadikan gerabah Melikan tidak sekadar produk fungsional, tetapi juga warisan budaya yang memadukan keterampilan teknis, tradisi, dan keindahan visual.

Keberadaan teknik putaran miring di Desa Melikan bukan hanya mencerminkan keterampilan tangan para pengrajin, tetapi juga menjadi bukti keteguhan mereka dalam menjaga warisan leluhur yang telah bertahan selama berabad-abad. Di tengah arus modernisasi dan persaingan industri keramik pabrikan, gerabah Melikan tetap memiliki tempat istimewa di hati para pencinta kerajinan tradisional berkat keunikan bentuk, warna, dan nilai sejarah yang dikandungnya. Lebih dari sekadar produk seni, setiap gerabah yang dihasilkan adalah cermin dari identitas budaya dan kebanggaan masyarakat setempat. 

Jadi, jika Anda berkunjung ke Yogyakarta atau kawasan Candi Prambanan, sempatkanlah mampir ke Desa Melikan untuk melihat langsung proses pembuatannya dan membawa pulang gerabah khas ini, yang harganya sangat terjangkau mulai dari Rp3.000 saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun