Mohon tunggu...
Priyanto Nugroho
Priyanto Nugroho Mohon Tunggu... lainnya -

"art is long, life is short, opportunity fleeting, experiment dangerous, judgment difficult"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Australia, Negeri Paling Bahagia Sedunia

25 Mei 2011   12:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:15 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Australia dinobatkan sebagai negeri yang penduduknya paling bahagia di dunia. Bagaimana dengan Indonesia?

[caption id="attachment_111998" align="aligncenter" width="640" caption="Warga menikmati hari di Botanic Garden (photo: Priyanto. BN)"][/caption]

Predikat Australia sebagai satu negara yang tergolong paling bisa memuaskan masyarakatnya ini diberikan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Organisasi yang bermarkas di Paris ini, yang baru saja meluncurkan alat ukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Alat ukur yang disebut sebagai 'your better life index' atau indeks kebahagiaan ini mencakup sebelas aspek kehidupan (topik) yang dinilai merupakan cerminan kualitas hidup masyarakat suatu negara.

Kesebelas hal tadi antara lain mencakup perumahan, pendidikan, tingkat harapan hidup, populasi udara (lingkungan hidup), kesempatan memperoleh pekerjaan, lamanya seseorang bekerja dalam sehari (working hour) keseimbangan antara bekerja dan menikmati hidup (work life balance), serta fasilitas kesehatan bagi penduduknya.

Dengan ukuran-ukuran tadi, yang masing-masing memiliki bobot sesuai dengan kondisi suatu negara dan persepsi masyarakatnya, Australia merupakan salah satu negara yang menempati ranking tertinggi. Australia, bersama Canada, mengalahkan Amerika dan negara-negara Eropa yang selama ini terkenal dengan tingkat kemakmurannya. Tentunya hal ini semakin terbukti setelah krisis hebat yang menerjang Amerika dan kawasan Eropa tahun 2008 lalu, yang akibatnya negara-negara maju tersebut terpaksa harus mengalami masa pahit pengetatan ikat pinggang.

Predikat yang disandang Australia tersebut juga menggambarkan bahwa penduduk Australia bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek namun memperoleh bayaran yang lebih tinggi. Selain itu, masyarakat juga dimanjakan dengan alam lingkungan yang memang memungkinkan hidup sehat. Australia memang terkenal sangat ketat menjaga kesehatan lingkungan hidupnya, termasuk dari pengaruh pendatang negara lain. Juga, penduduk Australia dinilai yang paling memiliki akses paling mudah untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Dengan kata lain, pemerintah Australia dinilai yang paling berhasil memuaskan sebagian besar masyarakatnya, sehingga mereka bisa lebih bisa menikmati hidup secara sehat.

Dari survey (polling) yang dilakukan, 75% penduduk Australia menyatakan puas dengan kehidupan mereka selama ini, mengungguli rata-rata tingkat kepuasan negara-negara anggota OECD yang hanya mencatat 59% masyarakatnya yang merasa puas. Bahkan, 83% masyarakat Australia menyatakan bahwa dalam lima tahun ke depan, hidup mereka akan lebih baik. Sementara tingkat harapan hidup penduduk Australia, rata-rata 81,5 tahun, 2 tahun lebih lama dari negara-negara OECD.

Better life index ini, atau ada yang menyebut sebagai happiness index, merupakan respond terhadap ketidakpuasan dengan alat ukur keberhasilan suatu negara yang selama ini ditunjukkan dengan indikator-indikator makro ekonomi, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat pengangguran, misalnya. Produk Domestik Bruto (PDB), yang selama ini sebagai 'jualan' keberhasilan pembangunan suatu negara dinilai tidak mencerminkan kondisi masyarakat suatu negara yang sesungguhnya. Hal yang juga menjadi kritik di Indonesia dan semakin hangat dewasa ini.

Index ini sudah dikembangkan selama satu dawasarsa terakhir oleh OECD. Peluncuran index ini juga mencerminkan hasil konkrit dari ide ekonom kondang peraih hadiah Nobel, Joseph Stiglitz. Konon, awalnya suatu Komisi yang dipimpin Stiglitz-lah yang mengusulkan penggunaan alternatif pengukuran keberhasilan suatu negara ini kepada presiden Perancis, Zarkozy, pada saat Perancis mengetuai Kelompok negara G-8 pada September 2009 lalu. Meski demikian, pemikiran untuk mencari suatu alternatif pengukuran keberhasilan pembangunan suatu negara yang dinilai lebih 'representative' ini sudah muncul sejak tahun 1970-an. Hal ini, misalnya tercermin dari riset yang dilakukan oleh ekonom Richard Esterlin, yang saat itu kesimpulannya menyatakan bahwa masyarakat suatu negara yang dinilai semakin maju ternyata tidak terlihat semakin bahagia hidupnya.

Sayangnya, index tingkat kepuasan masyarakat atas pembangunan ekonomi suatu negara yang mencakup aspek-aspek kualitatif kehidupan ini, saat ini baru mencakup 34 negara. Indonesia belum termasuk di dalamnya. Namun demikian, OECD menyatakan bahwa dalam waktu dekat, Indonesia bersama dengan beberapa negara berkembang seperti Brazil, India, China, Afrika Selatan dan Rusia akan termasuk ke dalamnya.

Bila demikian, maka dalam waktu dekat kita akan bisa lebih menunjukkan seberapa puas dan seberapa bahagia kita ... dengan ukuran-ukuran yang meski relatif dan subyektif sifatnya, namun lebih sulit untuk dibantah siapapun.

Jadi bersiaplah ...

 

(sumber: OECD, the Wall Street Journal, Channelnewsasia.com, TIME, Yahoo.com) SUCRE: pengganti US Dollar ala Amerika Latin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun