Mohon tunggu...
priskes benda
priskes benda Mohon Tunggu... Petani - petani

kata adalah pintu keluar bagi jiwa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cilacap

28 November 2022   12:50 Diperbarui: 14 Desember 2022   04:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari lima tahun,dan tiga tahunnya tanpa saling bicara,menyapa,atau sekadar bertanya khabar ternyata,tidak merubah apapun,tidak menggeser perasaan sedikitpun.Ia tetap menjadi perempuan yang terus berpetualang,membalas dendam pada banyak hal,menghabisi musuh-musuh yang kecil ataupun yang besar.mungkin didalam daftar musuh-musuhnya,aku hanyalah musuh kecilnya,seorang pemikir bodoh yang kadang sedikit merepotkan jika terpaksa meski adu pendapat dari sesuatu yang perlu di debat.bagaimana juga seorang petualangpun mungkin seorang pemikir juga hanya saja dia tidak banyak waktu untuk itu.Dia sibuk mengumpulkan uang,bekerja puluhan tahun dinegeri orang.menjadi bagian dari penyumbang devisa negara diurutan keenam dengan nilai Rp 140 triliun per tahun dan terus meningkat jumlahnya,Keringat dan Doa TKI demi Ibu Pertiwi .Sepuluh tahun sudah kini,tidak ada dikampungnya yang menyebut ia miskin rumah kecil dengan perabotan mahal,satu unit mobil yang terparkir dihalaman dan sepeda motor merk terbaru bersampingan.

   Tanpa aku mengetahui,beberapa hari lalu ia pulang,setelah hampir lima tahun meninggalkan kampung halaman,Ibunya wafat tiga bulan lalu,tidak bisa memberi penghormatan terakhir tapi,segala keperluan kenduri,selamatan tujuh,empat puluh sampai seterusnya,ia paling depan pasang badan,menyanggupi segala kebutuhan.namanya HERA,dua hari setelah kepulangan itu,Hera menemuiku entah apa yang mendorongnya setelah tiga tahun tanpa menyapa sehurufpun.Tapi aku pastikan tidak akan ada moment romantis atau dramatik dalam setiap pertemuan kami.jangankan peluk cium rindu berjabat tangan saja kami merasa itu tidak perlu,Hera menemukanku masih ngerungkel dalam sarung disebuah gubuk kecil yang hanya sebesar kandang monyet,gubuk dimana aku makan,tidur dan menjalani banyak hal,suara cemprengnya seperti alarm bagi jam biologis,sebagai mekanisme pengaturan waktu internal dalam tubuh yang bekerja secara oomatis diset lima tahun lalu,berdering mengganggu hari ini,hari rabu pukul dua kira-kira.

   Aku membuka mata,menggeliat kearah Hera yang berdiri satu meter dari dipan tempat untuk tidurku.

"Astaghfirullah  ....?! terdengar merdu dikupingku fasih,tidak seperti muallaf yang baru tiga minggu.

kapan pulang ?kalimat tanya sembari mengumpulkan nyawa.

Hera lebih mendekat kearahku

"cepat bangun,ambil belanjaan !!! seperti jagoan tengah mengintimidasi,atau seperti densus yang tidak perlu dialog saat menangkap teroris,aku bangun sedikit paksakan diri,weker mati berbunyi.

"cepaaat !!! keburu sore dan hujan,Hera semakin meninggikan oktaf suara,keajaiban dasar perintah dalam suara

kutangkap basah matanya yang  melirik kearah anggota khusus tubuhku.

jelalatan dan tidak sopan dalam bathinku,meskipun sebenarnya kelelakianku sukses ia goda.Aku tegakkan tubuhku rebah menjadi teg

ak posisi duduk lalu,turun dari dipan dengan lagak malas padahal hatiku sedang berbunga-bunga.itulah jurus rahasiaku untuk memp

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun