Aku menyukai tawa itu. Aku ingin memiliki tawa itu.
Yang tak kusangka kemudian adalah Akina malah berjalan mendekati aku.
"Hei, kamu!" sapanya. "Melamunkan apa?"
"Negara. Percaya?" jawabku sekenanya.
"Mana yang lebih rumit, negara atau perempuan?" tanyanya.
"Menurutmu, dirimu rumit?"
Akina  hanya menaikkan bahunya. Lalu pandangan kami bertemu untuk pertama kali  sebelum matanya melarikan diri beberapa detik kemudian.
"Akina..."
"Ya?"
"Jika tahu, besok adalah akhir dari dunia ini, dengan siapa kamu ingin menghabiskan hari ini?"
"Kamu sendiri? Mau dengan siapa?"
"Aku tak pernah menyukai perempuan..."
Dengan cepat Akina memotong kalimatku. "Jadi, kamu menyukai lelaki?"
"Sampai aku bertemu denganmu."
Pipinya memerah lagi.
"Kamu manis sekali, ya...tapi..."
"Tapi?"
"Aku minta maaf, aku baru menanyakan ini sekarang."
"Apa?"
"Namamu siapa? Aku lupa." Akina menyengir.
"Ah... Aku Rio... Rio Johan," jawabku sambil mengulurkan tangan.
Tapi, uluran tanganku itu hanya menemu udara kosong.
(2017)