Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asal dan Makna Peribahasa "Belajar di Waktu Kecil Bagai Mengukir di Atas Batu"

11 Juni 2021   07:06 Diperbarui: 11 Juni 2021   07:09 26179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peribahasa ini mengajarkan kita untuk menuntut ilmu sejak dini (dokpri)

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. Belajar sesudah dewasa bagai mengukir di atas air.

Saya pertama kali mendengar peribahasa ini lewat lirik lagu Menuntut Ilmu yang dinyanyikan grup qasidah Nasida Ria:

Belajar di waktu kecil

Bagai mengukir diatas batu 2x

Belajar sesudah dewasa laksana mengukir diatas air 2x


Ilmu dunia akhirat

Wajib dituntut dipelajari

Dari kecillah engkau mendapat

Sudah dewasa berguna kemana pergi


Belajar di waktu kecil bagai mengukir diatas batu

Belajar sesudah dewasa Laksana mengukur diatas air

Kalaulah sudah dewasa baru hendak menuntut ilmu

Ilmu didapat lekaslah lupa

Akhirnya butalah seumur hidupmu

Berasal dari Hikmah Imam Hasan al-Bashri

Peribahasa "Belajar di waktu kecil..." ini sangat populer di kalangan anak-anak madrasah dan santri pondok pesantren. Bahkan sampai ada yang menganggapnya sebagai hadis, padahal salah besar.

Peribahasa ini memang berasal dari ungkapan berbahasa Arab dan tertulis di kitab Jami' Bayanil 'Ilmi wa Fadhlihi, karya Ibnu Abdil Barr. Dalam kitab tersebut Ibnu Abdil Barr menuliskan,

"Dari Ma'baddari Al-Hasan al-Bashri, dia berkata:

"(Menuntut) ilmu di waktu kecil seperti memahat di batu"

Al-Hasan Al-Bashri yang dimaksud tak lain adalah Abu Said al-Hasan bin Abil Hasan Yasar al-ashri atau yang lebih kita kenal dengan imam Hasan al-Bashri, salah seorang tabiin (generasi sesudah sahabat Rasulullah Saw) terkemuka.

Peribahasa yang berasal dari hikmah imam Hasan Al-Bashri ini mengandung kebenaran secara ilmiah. Para ahli pendidikan maupun pakar psikologi sependapat bahwa masa kecil adalah waktu terbaik untuk belajar apa pun. 

Fakta Ilmiah tentang Belajar di Waktu Kecil

Ketika kecil, otak kita lebih mudah mengikat segala macam informasi. Sampai ada yang mengatakan bahwa bayi di perut ibu sekalipun sudah mulai belajar dan mendengar masukan dari apa yang didengarnya.

Sekitar 80% otak kita juga berkembang di masa 6 tahun pertama sejak kita dilahirkan ke dunia. Inilah yang disebut masa emas tumbuh kembang anak. Masa ini juga termasuk masa krusial karena segala macam informasi akan diserap anak tanpa bisa memahami baik atau buruknya.

Itu sebabnya bila anak-anak terbiasa mendengar lagu-lagu dewasa, ia juga akan mudah menghafalkan lirik lagunya, tapi tidak memahami artinya. Anak-anak yang terbiasa mendengar kata-kata kotor, maka dia juga akan terbiasa mengulangi dan mengucapkan kata-kata kotor itu tanpa mengerti apa maknanya.

Berbagai macam kepingan informasi yang ditangkap otak anak-anak nantinya akan menjadi pondasi pembetukan karakter, kepribadian, dan kemampuan kognitif mereka di masa dewasa.

Sewaktu kecil, pikiran kita juga belum terlalu penuh dengan segala macam informasi. Ibarat buku, baru sedikit halaman saja yang sudah kita tulisi. Itu sebabnya dikatakan dalam peribahasa tersebut, belajar di waktu kecil seperti mengukir di atas batu. Memang berat karena anak-anak belum mengerti. Tapi, informasi yang kita sampaikan dan mereka terima itu akan itu akan terpahat dengan jelas dan tidak akan mudah terhapus.

Sementara saat kita dewasa, otak kita sudah penuh dengan berbagai macam informasi. Dari pengetahuan hingga masalah hidup sehari-hari. Belajar sesudah dewasa seperti mengukir di atas air. Mudah mengukirnya, tapi juga mudah terhapus. 

Membelajari Anak dengan Metode Talaqqi atau Metode Glen Doman

Glen Doman, pendiri The Institute for Achiefment of Human Potential sekaligus yang pencetus metode pengajaran Glen Doman berpendapat bila kita mulai mengajari anak ketika sudah berusia 4 tahun, sesungguhnya ini sudah terlambat. Glen Doman mengatakan semua bayi terlahir dengan kecerdasan linguistik. Mereka terlahir tanpa mengerti bahasa apa pun, tapi bisa belajar serta mengerti dengan meniru orang sekitarnya.

Sebab, otak tidak membedakan pelajaran melihat atau mendengar. Bagian tubuh manusia ini dapat mempelajari keduanya dengan baik. Namun untuk dapat belajar, anak-anak membutuhkan pengulangan. 

Metode Glen Doman boleh dikatakan meniru metode Talaqqi yang berasal dari Rasulullah Saw. Talaqqi, atau juga disebut musyafahah adalah metode pengajaran Al-Quran di mana antara murid dan guru saling berhadapan.

Guru membacakan ayat dan murid menirukan bacaan gurunya. Atau sebaliknya, murid menyetorkan bacannya dihadapan guru secara langsung. Metode seperti ini adalah metode pengajaran Al-Quran yang mengikuti tradisi Rasulullah Saw, para sahabat, tabiin dan secara turun temurun ditradisikan oleh guru-guru Al-Quran di madarasah atau pesantren.

Para ulama terdahulu sudah dibiasakan menghafal Al-Quran dan hadis sejak kecil. Imam Syafii misalnya, sejak usia 7 tahun sudah hafal Al-Quran 30 juz dan pada usia 15 tahun sudah hafal kitab hadis Al Muwaththa' yang ditulis gurunya, Imam Malik.

Tak heran apabila ulama-ulama terdahulu memiliki ilmu multidimensi. Tak hanya hafal Al-Quran dan hadis, mereka juga ahli dalam bidang fikih hingga ilmu pengetahuan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun