Sementara sang adik, kemampuan akademiknya tidak begitu moncer, sedang-sedang saja. Kesukaannya bermain, baik dengan teman-temannnya maupun bermain sendiri dengan koleksi mobil hot wheelnya.
Dia tidak cakap menghafal, terutama hafalan yang panjang-panjang. Sang adik lebih memiliki bakat kreativitas. Saking kreatifnya, dari beberapa hasil ulangan/ujian yang sudah dibagikan, dia menjawab pertanyaan yang tidak diketahuinya dengan jawaban-jawaban kreatif, yang membuat saya dan istri sampai tertawa saat membacanya.
Di luar kelemahan akademiknya, sang adik mempunyai satu keistimewaan yang membuat saya bangga. Dia selalu pergi ke masjid, setiap kali adzan berkumandang. Tak peduli sesibuk/sesenang apapun dia bermain, setiap ada adzan dhuhur, ashar, maghrib dan isya', dia bergegas ke masjid. Untuk sholat subuh dia memang belum bisa disiplin. Hingga semua jamaah tetap masjid di kampung mengenalnya, dan merasa kehilangan setiap kali sang adik absen salat berjamaah di masjid. Kebiasaannya itu akhirnya menular pada beberapa teman bermainnya.
Setiap orang tua memang berharap anak-anak mereka tumbuh sempurna dengan berbagai prestasi yang diinginkan. Tapi, percayalah, tak ada anak yang sempurna sebagaimana kita orangtua juga tidak sempurna dalam hal mendidik anak.
Itu sebabnya, jangan pernah sekali-kali membandingkan anak-anak kita dengan saudaranya sendiri, apalagi dengan anak-anak orang lain. Baik dalam hal prestasi akademik, maupun bakat serta kemampuan dan keistimewaan lainnya.
Hargai semua yang ada pada anak kita, sekecil apapun.