Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejarah Harus Dipelajari agar Kita Dapat Merevisinya

23 September 2020   06:32 Diperbarui: 25 September 2020   03:00 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejarah harus dipelajari agar tidak ada lagi keraguan pada satu peristiwa di masa lalu (ilustrasi:colourbox.com)

Mungkinkah sejarah itu bisa direvisi?

Sangat mungkin. Bukan dengan memutar waktu kembali ke masa lalu, kemudian memperbaiki peristiwa saat itu yang jadi sejarah di masa kini. Melainkan dengan mencari kebenaran, fakta yang sesungguhnya terjadi pada masa itu.

Belajar Merevisi Sejarah dari Michael H. Hart

Michael H. Hart, penulis buku sejarah terlaris "100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia" sudah membuktikan bahwa sejarah bisa direvisi. Saat buku itu dicetak pertama kalinya pada 1978, Hart tidak pernah membayangkan bahwa 14 tahun kemudian ia harus merevisi bukunya.

Menurut Hart, alasan utama saat ia menerbitkan edisi revisi adalah bahwa sejarah tidak berhenti di tahun 1978, ketika buku ini pertama kali ditulis. Banyak sejarah baru yang tercipta, tokoh-tokoh baru bermunculan dan yang lebih penting lagi, ada fakta-fakta baru yang lebih benar daripada apa yang dianggapnya 'fakta' pada edisi sebelumnya.

Revisi Sejarah William Shakespeare

Selain mengurutkan ulang 100 tokoh yang dianggapnya paling berpengaruh di dunia, Hart juga merevisi sejarah dan profil dari penyair Inggris terkenal, William Shakespeare. Dalam buku edisi pertamanya, Hart dengan percaya diri dan tanpa keraguan menyatakan William Shakespeare si penyair adalah William Shakspere (tanpa huruf "e" pertama), pria yang dilahirkan di Stratford --on-avon pada tahun 1564 dan wafat disana pada 1616.

Kepercayaan Hart tidak bisa disalahkan karena sebelum menulis buku revisinya, masyarakat umum mengenal sosok di balik penulis naskah drama Othello, Hamlet dan karya drama terkenal lainnya ini sebagai pria dari Stratford --on-avon sebagaimana yang ditulis "kaum ortodoks" dalam buku-buku sejarah saat itu. 

Baru setelah menerima protes dari beberapa sejawaran lain yang "skeptis", Hart memeriksa ulang fakta-fakta sejarah serta membandingkan dengan teliti argumentasi kedua belah pihak. Antara pendapat kaum ortodoks yang mengatakan William Shakespeare adalah William Shakspere, dengan pendapat kaum skeptis yang punya bukti lain.

Hingga kemudian sampailah Hart pada kesimpulan bahwa "kaum skeptis" lebih benar dan bukti-bukti mengarah kepada Edward de Vere sebagai tokoh dibalik nama William Shakespeare.

Untuk menebus kesalahannya, Hart mengulas profil Edward de Vere dalam 20 halaman, paling banyak diantara profil tokoh lain dalam bukunya. Secara ringkas dan padat, Hart mengajukan beberapa argumen dan deduksi mengapa ia sampai pada sebuah kesimpulan William Shakespeare adalah nama pena dari Edward de Vere, Earl of Oxford ke-17.

Selain itu, Hart dengan beraninya menjawab sebuah pertanyaan, "Jika de Vere adalah Shakespeare, bagaimana Shakspere bisa dianggap sebagai penulis naskah-naskah Othello, Hamlet dan karya terkenal lainnya itu"?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun