Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sudah Gajian, Haruskah Langsung Membayar Zakat Penghasilan?

1 September 2020   07:30 Diperbarui: 1 September 2020   07:26 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zakat penghasilan atau zakat profesi semestinya tidak dibayarkan bulanan (ilustrasi: freepik.com)

Hadis tersebut juga menyebutkan adanya batas waktu kepemilikan harta yang wajib dizakati, yakni minimal genap satu tahun atau disebut haul. Nishab dan haul ini menjadi sebab diwajibkannya zakat maal (zakat harta benda).

Berdasarkan hadis tersebut, para ulama sepakat bahwa tidak boleh seorang muslim membayar zakat sebelum memiliki harta satu nishab dan sudah dimiliki selama genap satu tahun. Membayar zakat sebelum mencapai nishab dan haul sama dengan membayar zakat sebelum ada sebabnya. Para ulama menganalogikan ini seperti orang salat sebelum masuk waktu.

Bagaimana dengan zakat penghasilan?

Ketentuan Zakat Penghasilan

Belakangan ini sering kita dengar ajakan atau himbauan untuk menunaikan zakat penghasilan yang dibayarkan setiap bulannya, mengikuti pola penerimaan gaji.  Masyarakat menganggap model zakat ini sebagai zakat profesi.

Ada dua pendapat terkait zakat penghasilan/zakat profesi yang dibayarkan setiap bulannya. Pendapat pertama membolehkan dibayar bulanan selama upah atau gaji dari pekerjaannya itu jika diakumulasikan selama satu tahun sudah mencapai nishab.

Sementara pendapat kedua mengikuti hasil keputusan muktamar zakat pertama se-dunia di Kuwait pada tahun 1984, yang berbunyi,

"Zakat upah, gaji dan profesi tidak dikeluarkan pada saat diterima, akan tetapi digabungkan dengan harta yang sejenis lalu dizakatkan seluruhnya pada saat cukup haul dan nishabnya."

Contoh Kasus Pembayaran Zakat Penghasilan

Misalnya, Amir mendapatkan gaji dari perusahaannya sebesar 5 juta per bulan. Jika diakumulasikan satu tahun, gaji amir 60 juta per tahun. Ini sudah mencapai nishab.

Tapi, jika dikurangi biaya hidup dan semua pengeluarannya, Amir hanya menyisakan 1 juta yang bisa ditabung. Sehingga total harta Amir yang mengendap di tabungannya hanya 12 juta dalam satu tahunnya, kurang dari satu nishab.

Seandainya Amir membayar zakat 2,5% setiap bulannya setelah ia menerima gaji, berarti Amir membayar zakat yang belum mencapai satu nishab. Tentu saja yang 2,5% itu tidak sah disebut zakat meskipun Amir mendapatkan pahala dan keutamaan sedekah.

Tapi bila Amir memiliki harta lain (misalnya simpanan emas) dan setelah digabungkan dengan tabungannya selama satu tahun ternyata jumlahnya setara dengan 20 dinar (85 gram emas), lalu Amir membayar zakat 2,5 %, maka yang dibayarkan Amir itu dapat disebut zakat karena sudah memenuhi nishab dan haul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun