Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengapa Kita Suka Meminjam Uang Daripada Berutang?

11 Agustus 2020   08:02 Diperbarui: 11 Agustus 2020   07:51 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan akad utang yang jelas, kecil kemungkinan teman kita tidak mau melunasi utangnya (ilustrasi: shutterstock)

Sepertinya pertanyaan yang bodoh. Meminjam uang ya sama saja dengan berutang. Mengapa harus dipertanyakan perbedaannya?

Eh, tapi benar lho. Sekalipun memiliki arti yang sama, tapi dalam sehari-hari kita lebih sering menggunakan istilah "meminjam uang" daripada "berutang".

"Bro, aku pinjam uang ya. Gak banyak kok, sejuta aja. Entar habis gajian aku kembalikan."

Jarang sekali kita menjumpai percakapan seperti ini:

"Pren, aku utang dulu sejuta boleh? Entar habis gajian aku lunasi."

Nah, sekarang bisa lihat perbedaannya kan? Meminjam selalu diikuti dengan keharusan mengembalikan. Sedangkan kalau berutang berarti punya kewajiban untuk melunasi.

Sekarang balik lagi ke pertanyaanku, mengapa kita lebih sering "meminjam uang" daripada "berutang"? Seolah-olah kata "utang" memiliki konotasi negatif dan harus dihindari. Sedangkan "meminjam uang" itu biasa saja.

Kita malu kalau punya utang. Tapi merasa biasa saja saat meminjam uang. Benar nggak?

Dengan kata "meminjam", kita memperlakukan uang seperti barang atau benda. Seperti saat teman kita meminjam buku. Dia merasa biasa saja sampai lupa mengembalikan buku itu.

Begitu pula dengan pinjaman uang. Karena merasa biasa saja, kita sering pura-pura lupa kalau sudah waktunya mengembalikan. Seandainya terpaksa bertemu, kita tidak pernah membicarakan masalah uang yang kita pinjam. Kalau diingatkan atau ditagih, kita selalu  mengelak dengan seribu satu alasan.

Masih banyak kebutuhan lah, belum punya uang lah, tunggu gajian dulu lah. Apalagi jika kita cuma pinjam uang puluhan ribu.

"Alah, cuma pinjam segitu saja kamu tagih. Ikhlaskan kenapa sih? Kayak gak punya uang lagi."

Benar kan?

Sekarang, bandingkan dengan percakapan ibu-ibu di warung tetangga sebelah.

"Berapa total belanja saya Bu?"

"Telur sekilo, ayam sekilo, tambah 2 ikat bayam, totalnya 53 ribu Bu."

"Saya utang dulu ya, nanti biar bapaknya anak-anak kalau pulang kerja saya suruh bayar."

Perhatikan, ibu-ibu kalau belanja tidak pernah pinjam uang, melainkan "utang". Karena akadnya utang, mereka merasa punya kewajiban melunasi utangnya.

Gak pernah kita dengar percakapan di warung tetangga sebelah seperti ini:

"Bu, saya pinjam belanjaan ini ya. Nanti saya kembalikan."

Kalau beli, kita bisa utang. Tapi kalau lagi membutuhkan uang, kita pakai istilah "meminjam uang". Lantas, mengapa tidak kita gunakan kata "utang" saja saat ada seseorang yang hendak meminjam uang pada kita?

"Bro, aku pinjam uangnya ya."

"Maksudmu utang?"

"Nggak, cuma pinjam uang."

"Kalau kamu pinjam, takutnya nanti gak kamu kembalikan. Tapi kalau kamu utang, berarti kamu punya kewajiban melunasinya. Gimana, jadi utang nggak?"

Dengan akad utang yang jelas seperti ini, teman yang berutang tadi kecil kemungkinannya tidak mau melunasi utang. Berbeda jika kita memakai akad "pinjam meminjam". Teman kita kemungkinan besar tidak akan mengembalikan karena baginya pinjam meminjam itu hal biasa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun