Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika Media Mainstream Ikut "Mengharamkan" Netflix

29 Januari 2020   10:23 Diperbarui: 29 Januari 2020   10:40 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi netflix (sumber gambar: variety.com)

Terkait sumber berita di situs Liputan6 dan detik.com ini, redaksi remotivi menyebutnya cacat dan terindikasi plagiarism karena media pertama yang menurunkan berita adalah Bisnis.com.

 Apakah Pemberitaan Media Mainstream tersebut dapat diklasifikasikan sebagai "menyebar hoaks"?

Tidak.

Sebuah berita dikatakan hoaks apabila tidak ada sumbernya, atau bukan berdasarkan fakta. Yang terjadi dengan pemberitaan media mainstream ini adalah misinformasi; pembelokan informasi yang diterima.

Misinformasi ini kemudian menghasilkan mispersepsi pada pembaca hingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Seolah-olah MUI memang sudah siap mengharamkan Netflix, padahal faktanya tidak seperti itu.

Mengapa bisa terjadi misinformasi di media mainstream?

Pertama, bisa jadi karena ketidakjelian wartawan hingga redaktur atau editor beritanya dalam menangkap maksud dari pernyataan narasumber. Hasanudin AF selaku Ketua Komisi Fatwa MUI hanya meyarankan pemerintah untuk memblokir layanan yang menayangkan konten negatif. Di akhir kalimatnya Hasanudin AF menyebut Netflix.

Tapi, pernyataan ini ditangkap jurnalis menjadi "siap mengharamkan". Terlepas dari sengaja dibelokkan atau memang murni tidak jeli, saya menduga jurnalis memakai frasa "siap mengharamkan" karena kapasitas narasumber sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI.

Kedua, bisa jadi redaktur media mainstream tadi menayangkan berita yang misinformasi dengan maksud untuk menangguk 'klik' dari netizen. Singkatnya, mereka sengaja menurunkan berita dengan judul yang clickbait.

Harus diakui, diksi "haram" atau frasa "fatwa haram" adalah diksi dan frasa yang bisa membuat berita terlihat seksi dan dibaca masyarakat. Apalagi jika ditambahi embel-embel MUI.

Apa latar belakang dari turunnya berita ini?

Nah, inilah yang menjadi pertanyaan redaksi remotivi dan begitu pula dengan saya. Tanpa ada latar belakang, tiba-tiba saja muncul berita MUI Siap Mengharamkan Netflix.

Apa urusannya MUI dengan Netflix? Jika yang berkomentar itu seorang profesional IT, praktisi digital, atau pejabat dari Kominfo, berita yang menyangkut Netflix terlihat wajar.

Lebih aneh lagi, dalam pernyataan klarifikasinya di Kumparan, Hasanudin AF selaku narasumber mengaku tidak tahu apa itu Netflix. Sementara dalam pernyataannya di artikel Bisnis.com, Hasanudin mendukung pemblokiran Netflix oleh Telkom. Aneh kedengarannya apabila orang yang tidak tahu tentang Netflix kemudian diminta berkomentar tentang pemblokiran Netflix.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun