Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Penting Sah, Bukan Sertifikasinya

19 November 2019   21:31 Diperbarui: 19 November 2019   21:48 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi akad nikah (sumber foto: thewedding.id)

Kapan seharusnya calon pengantin mengikuti bimbingan pranikah ini? Dua bulan, satu bulan, atau satu minggu sebelum mereka mengikat janji di depan penghulu?

Kepastian waktu pelaksanaan inilah yang seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan dan persepsi yang bertolakbelakang.

Kapan sepasang calon pengantin menikah itu tidak bisa diprediksi. Memang ada yang sudah jauh-jauh hari merencanakan jadwal pernikahan mereka. Namun, tidak sedikit pula yang waktu akad nikahnya terkesan mendadak, dengan sebab-sebab tertentu. Benar kan?

Kedua adalah bentuk pelaksanaan bimbingannya. Menko PMK Muhadjir Effendy menjamin pola dan waktu penyelenggaraan kelas pranikah akan dibuat sefleksibel mungkin. Materi bimbingan bisa dipelajari secara online maupun offline.

Pertanyaan yang timbul adalah:

  • Jika dilaksanakan secara offline, di mana pelaksanaan bimbingan pranikahnya? Di rumah, di kantor KUA, atau di Balai Desa?
  • Jika dilaksanakan secara online, bagaimana tatalaksananya? Cukup mengunduh materinya saja, kemudian dipelajari sendiri di rumah? Kalau seperti ini, bukan bimbingan namanya.
  • Lalu, bagaimana dengan calon pasangan pengantin yang tidak memiliki akses internet?

Permasalahan dari Materi Bimbingan Pranikah

Ketiga adalah terkait dengan materi bimbingan. Menurut Muhadjir, bimbingan pranikah akan melibatkan institusi lintas sektor. Pemahaman yang perlu diberikan kepada calon pengantin bukan hanya soal keagamaan melainkan multiaspek mencakup perencanaan keluarga, kesehatan, ekonomi rumah tangga, hingga masalah berketurunan (reproduksi).

Menilik dari materi bimbingan, ini sama saja dengan mengambil alih tugas dan wewenang dari institusi yang bersangkutan. Misalnya materi tentang perencanaan keluarga, bukannya sudah menjadi kewajiban dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menyosialisasikan program-program mereka? Begitu pula dengan masalah reproduksi, sudah ada departemen dari Kementerian Kesehatan yang menangani.

Keempat, dan ini yang terpenting, adakah jaminan bagi calon pasangan pengantin yang mengikuti bimbingan pranikah dan memperoleh sertifikat pernikahan ini bisa melaksanakan akad nikah di depan penghulu?

Saya kira ini bukan pertanyaan yang mudah dijawab oleh pemerintah. Sebagaimana pepatah "Sebelum janur kuning melengkung, apapun bisa terjadi."

Seandainya nih, setelah mendapat sertifikat pernikahan, pasangan calon pengantin itu mendadak putus hubungan. Apakah sertifikat itu masih berlaku apabila masing-masing calon pengantin itu hendak menikah dengan orang lain? Atau mereka harus mengikuti bimbingan pranikah lagi dari awal?

Sertifikasi Perkawinan Muncul Karena Program Pemerintah Kurang Sosialisasi

Rangkaian pertanyaan ini seyogyanya bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebelum mereka mengetok palu dan mewajibkan sertifikasi pernikahan. Lebih dari itu, pertanyaan-pertanyaan di atas juga menunjukkan kelemahan mendasar dari setiap program pemerintah: Sosialisasi yang kurang optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun