Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Maaf Pak Jokowi, Google Bukan Perpustakaan yang Baik

9 Juli 2019   21:57 Diperbarui: 9 Juli 2019   22:04 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber gambar: bcilibraries.com)

Karena itu, sekalipun Kecerdasan Buatan Google sudah banyak menyerupai kecerdasan manusia, tapi ia tidak memiliki nurani. AI-nya Google tidak bisa membedakan mana koleksi informasi yang baik, mana informasi yang buruk. Google tidak bisa membedakan mana tulisan dari para ahli, dan mana opini dari pengamat kaleng-kaleng.

Google tidak bisa membedakan mana pengetahuan yang bermanfaat, mana ilmu yang sesat. Google tidak mau tahu apakah kita berkunjung ke situs pornografi, situs radikal, situs perjudian, situs perdagangan manusia dan banyak situs kontroversial lainnya. Google tidak mau tahu dan tidak akan pernah peduli.

Google hanya bisa memberi pertanda bahwa ini lho situs yang aman dari incaran para hacker yang ingin mencuri data (phising). Kalaupun isinya ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, Google lepas tangan.

Google hanya bisa memberi peringatan, bahwa awas! Situs ini mengandung konten pornografi. Tapi Google tak kuasa menahan atau menghalangi kita jika kita tetap bandel dan bersikeras masuk untuk melihat-lihat isinya.

Seperti itulah sisi buruk dan sisi gelap internet, dalam hal ini fungsi dari sebuah mesin pencari seperti Google. Ia bisa dimanfaatkan orang-orang dengan motif tertentu untuk mendistorsi fakta atau pengetahuan tertentu demi kepentingan dan tujuan yang hendak dicapainya.

Kita bisa melihat sendiri, betapa mudahnya pengguna internet terpapar informasi palsu dan hoaks. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka mempercayakan sepenuhnya sumber kebenaran itu pada Google semata.

Ini karena algoritma Google dibuat berdasarkan hasil pencarian terbanyak. Misalnya ada 1 juta situs yang memuat berita hoaks, sementara cuma ada satu situs yang memuat berita fakta, maka yang ditampilkan halaman pencarian Google sudah pasti situs berita hoaks.

Algoritma seperti ini tentu saja berbahaya bagi mereka yang ingin menuntut ilmu agama, atau mereka yang ingin mencari koleksi pengetahuan agama dari perpustakaan Google ini. Misalnya, kalau ada sejuta orang menulis di internet bahwa babi itu halal dalam agama Islam, dan cuma ada sepuluh orang menulis bahwa babi itu haram berdasarkan hukum fiqh Islam, maka berdasarkan mesin pencari Google, hukum babi itu jadi halal. Kenapa ? Karena hasilnya lebih banyak yang bilang halal dari pada yang bilang haram.

Algoritma atau sistem pengindeksan dari "Perpustakaan" Google juga bisa dijadikan "mesin penghakiman". Misalnya seseorang ingin tahu kejelekan agama tertentu, ia bisa memperoleh informasinya dengan begitu mudahnya di Google. Seseorang, yang ingin mencari pengetahuan apakah kepercayaan tertentu itu menyesatkan atau tidak, ia bisa memperoleh informasinya cukup dengan mengetikkan kata kunci sesuai asumsi awalnya.

Agama, sebagai sebuah 'alat keyakinan yang disucikan', isi dan informasinya bisa menjadi objek yang sangat berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung-jawab. Kita bisa mengecek dengan mudah, betapa banyak informasi-informasi tentang agama beserta aliran-alirannya di internet yang sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis pengetahuan yang dangkal hingga informasi sampah yang isinya hanya hasutan, provokasi, menebar kebencian, arogansi, dan semangat jihad yang salah arah.

Semua itu dapat diperoleh dengan mudah, terutama jika kita tidak kritis dengan yang kita baca dan mulai berasumsi bahwa semua yang kita baca dari perpustakaan Google adalah kebenaran pengetahuan yang mutlak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun