Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Setuju, Tanah Konsesi Milik Para Taipan Ini Juga Bisa Dibagikan Pada Rakyat

19 Februari 2019   09:36 Diperbarui: 19 Februari 2019   10:10 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Singgungan calon presiden Jokowi perihal tanah konsesi yang dimiliki Prabowo Subianto berkembang menjadi bola liar. Tim Kampanye Nasional Jokowi menjadikan isu ini sebagai senjata untuk mendelegitimasi lawan.

TKN mempertanyakan komitmen Prabowo dalam melaksanakan amanat pasal 33 UUD 1945. "Bagaimana anda sering bicara soal rakyat, tetapi anda sendiri menguasai ratusan ribu hektar tanah sendiri," kata Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding.

Cawapres Ma'ruf Amin juga turut menanggapi isu kepemilikan lahan ribuan hektar ini. KH. Ma'ruf Amin menyambut baik niat Prabowo yang siap menyerahkan lahan konsesinya apabila diminta oleh pemerintah.

"Bagus kalau mau dikembalikan. Saya kira, bagus sekali itu. Supaya nanti dibagikan ke masyarakat kecil lagi." Kata Ma'ruf Amin di Situbondo.

Dalam debat capres kedua pada 17 Februari lalu, Jokowi menilai pemberian ijin HGU dalam jumlah besar seperti yang dimiliki Prabowo tak akan mungkin terjadi di periodenya.

"Kita tidak memberikan kepada yang gede-gede. Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kaltim, sebesar 220 ribu hektare, juga di Aceh Tengah ada 120 ribu hektare".

Harus diakui, hingga saat ini pemerintah Jokowi memang belum pernah memberikan ijin HGU dalam jumlah besar. Tapi, bukan berarti tidak akan mungkin terjadi, bahkan seandainya Jokowi terpilih sebagai presiden dalam lima tahun mendatang.

Hal ini karena sektor perkebunan, terutama komoditas kelapa sawit masih menjadi salah satu andalan pemerintah dalam penerimaan kas negara. Kontribusi industri sawit memang cukup signifikan bagi neraca perdagangan Indonesia. Di tahun 2015, sektor ini menyumbang USS$20 miliar.

Bahkan pemerintah Jokowi sendiri yang berupaya keras supaya industri kelapa sawit yang notabene menghabiskan jutaan hektar lahan bisa terus bertahan di tengah ancaman jatuhnya harga minyak sawit. Pada awal februari 2016, Menteri Perdagangan Thomas T Lembong melobi pemerintah Prancis utuk membatalkan rancangan amandemen menyangkut pajak impor yang dinilai akan berdampak buruk bagi industri sawit di Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi triliunan rupiah pada sejumlah perusahaan sawit berskala besar sebagai timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel. Melalui Peraturan Presiden nomor 24 tahun 2016, tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani Presiden Jokowi, pemerintah memberikan subsidi pada 11 perusahaan sawit. Parahnya, menurut kajian KPK subsidi ini salah sasaran karena 81% subsidi itu hanya dinikmati oleh tiga grup usaha perkebunan dengan nilai Rp3,25 triliun dari alokasi dana subsidi. Subsidi terbesar diterima oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia, yakni RP1,02 triliun atau 31%.

Mengingat besarnya kontribusi komoditas sawit, serta perlakuan istimewa pemerintah pada industri sawit berskala besar, aneh rasanya apabila kemudian Jokowi mengatakan pemerintahannya tidak mungkin dan tidak akan lagi menerbitkan ijin HGU dalam jumlah besar.

Perlu diketahui, ijin HGU atau kepemilikan konsesi lahan ada batas waktunya. Merujuk pasal 28 UU nomor 5 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), PP nomor 40 tahun 1996 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 7 tahun 2017 tentang pengaturan dan Tata Cara penetapan HGU, WNI dan Badan Hukum yang berkedudukan di Indonesia boleh mengajukan HGU minimal 5 hektare. Bila pengajuan permohonan HGU di atas 25 hektare, perorangan dan badan usaha wajib mengajukan model bisnis pengelolaan lahan kepada Kementerian ATR/BPN dengan waktu kontrak hingga 35 tahun dan dapat diperpanjang.

Pemegang HGU bisa dicabut hak atau ijin konsesinya apabila terbukti menelantarkan pengelolaan lahan. Bila hak pengelolaan dicabut, lahan tersebut akan dikembalikan pada negara yang bisa dimanfaatkan untuk beberapa kepentingan, seperti redistribusi tanah kepada rakyat maupun tanah cadangan negara untuk fasilitas strategis negara.

Karena ada batas waktu pengelolaan lahan itu pula, sangat naif bila kemudian Jokowi menjanjikan tidak akan mungkin terjadi pemberian ijin HGU seluas ribuan hektare. Apakah Jokowi berani melontarkan pernyataan "Tak akan memperpanjang ijin HGU bagi perusahaan manapun, termasuk grup-grup industri sawit"?

Masyarakat memang tidak tahu sampai kapan ijin HGU dari perusahaan-perusahaan sawit berskala besar itu habis. Bisa saja seandainya Jokowi terpilih menjadi presiden, ijin HGU dari perusahaan perkebunan skala besar diperpanjang dengan alasan kontribusi komoditas mereka signifikan bagi penerimaan kas negara.

Lucunya, Tim Kampanye Jokowi lantas melontarkan wacana ngawur, bahwa lahan seluas ribuan hektare yang dimiliki perusahaan Prabowo lebih baik dibagi-bagikan pada rakyat, untuk dimanfaatkan rakyat. Mengapa yang disinggung hanya lahan yang dimiliki perusahaan Prabowo? Beranikah mereka melontarkan wacana yang sama terhadap jutaan hektar lahan yang dimiliki para taipan?

Dalam publikasi "Kuasa Taipan: Kelapa Sawit di Indonesia", Tuk Indonesia membeberkan fakta bahwa 62% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera dikuasai oleh 5 grup besar (Sinar Mas, Salim Grup, Jardine Matheson, Wilmar dan Dumai). Lima kelompok ini juga menguasai 32% lahan perkebunan sawit di Pulau Kalimantan.

Menjawab singgungan Jokowi perihal tanah konsesi, Prabowo mengatakan siap melepaskan tanah konsesi yang dikelola perusahaannya. Namun, bukan berarti pelepasan Hak Guna Usaha ini seperti aksi sulap, sim salabim langsung dibagi-bagikan kepada rakyat.

Kepemilikan tanah konsesi oleh perusahaan Prabowo sudah melalui jalur yang legal, yang sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. Pemerintah hanya bisa mendapatkan kembali lahan tersebut apabila kontrak/ijin usahanya habis dan tidak diperpanjang. Atau apabila perusahaan Prabowo dinilai menelantarkan pengelolaan lahan. Di luar itu, pemerintah harus menghormati ijin usaha yang sudah diberikan, meskipun yang memberikan ijin tersebut bukan pemerintahannya Jokowi.

Hal ini juga berlaku bagi tanah konsesi milik taipan. Jika pemerintah Jokowi mewacanakan pembagian lahan bagi rakyat, sudah sepatutnya pula ijin HGU dari jutaan hektar tanah yang dikelola perusahaan taipan itu tidak diperpanjang. Sehingga ketika habis masa kontraknya, pemerintah Jokowi bisa membagikan lahan tersebut kepada rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun