Tataran debat paling rendah adalah menyerang pribadi lawan debatnya.
Itu adalah nasehat bijak yang pernah diberikan guru saya dulu. Debat, atau diskusi adalah mencari solusi, mencari titik temu dari sebuah tema atau permasalahan. Meskipun lawan debat berbeda pendapat, berbeda gagasan, jangan pernah menyerang pribadinya. Seranglah gagasan atau ide-ide yang menurut kita argumentasinya lemah.
Dalam acara debat capres kedua, kembali saya melihat bagaimana calon presiden Jokowi menyerang pribadi lawan debatnya, capres Prabowo Subianto.Â
Pada debat capres pertama, Jokowi menyinggung masalah partai Gerindra yang notabene didirikan dan diketuai oleh Prabowo. Pada debat capres kedua, Jokowi kali ini menyinggung masalah ribuan hektar tanah di Kalimantan Timur dan Aceh yang dikelola perusahaan Prabowo.
Sayangnya, Prabowo terlalu baik pada Jokowi. Meski diserang pribadinya, disinggung masalah konsesi tanah yang dikelola oleh perusahaannya, Prabowo tidak menyerang balik Jokowi. Andai saja Prabowo mau, banyak hal yang bisa dijadikan senjata untuk menyerang lawan debatnya. Tapi Prabowo tidak mau. Sama seperti debat capres pertama, Prabowo tidak ingin mempermalukan lawan debatnya.
Mengenai masalah kepemilikan tanah, Jokowi juga salah. Prabowo tidak mempunyai hak milik atas 220 ribu hektar tanah seperti yang disebutkan Jokowi. Prabowo hanya diberi konsesi, diberi hak atau izin untuk mengelola tanah hutan dengan sistem kontrak bagi hasil.
Prabowo pun tidak malu dan tidak segan untuk mengakui fakta tersebut, meski dibingkai secara salah.Â
Dalam pernyataan penutupnya, Prabowo menegaskan bahwa yang dikatakan Jokowi 220 ribu hektar tanah itu adalah tanah milik negara. Pada masanya nanti, setelah kontrak konsesi habis, tanah itu akan kembali pada pemerintah.
"Benar saya punya tanah konsesi. Itu Hak Guna Usaha. Itu tanah negara. Saya rela diambil kembali negara. Tetapi daripada asing yang kelola, mendingan saya yang kelola, karena saya orang Indonesia. Saya nasionalis dan patriot," tegas Prabowo.
Itu saja pembelaan Prabowo. Capres nomor urut 02 ini tidak menyerang balik, misalnya dengan menyebut tanah konsesi yang juga dimiliki beberapa pengusaha Indonesia lainnya, termasuk diantaranya tanah konsesi dari 16 perusahaan milik Menko Maritim Luhut Panjaitan.
Prabowo juga tidak menyerang balik perihal beberapa kesalahan informasi dan data yang disampaikan Jokowi dalam debat tersebut. Misalnya klaim tentang tidak adanya kebakaran hutan selama 3 tahun terakhir. Atau tentang klaim surplus komoditas pangan, padahal faktanya masih banyak bahan pangan yang impor. Begitu pula dengan klaim tidak adanya konflik sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah sengketa lahan.
Berbagai kesalahan informasi tersebut semestinya bisa dimanfaatkan Prabowo untuk menyerang Jokowi. Sayangnya, Prabowo terlalu baik pada Jokowi.
Secara strategi debat, apa yang dilakukan Prabowo mungkin keliru. Jika debat itu dimaksudkan untuk mencari kemenangan layaknya sebuah pertandingan sepakbola, gawang Prabowo bisa kebobolan jika hanya bisa bertahan tanpa mau menyerang.
Tapi, debat capres bukan tentang mencari kemenangan. Debat capres adalah sarana dan media bagi kedua capres untuk saling beradu ide dan gagasan. Bukan untuk saling menyerang pribadi lawan. Dan Prabowo memahami hal ini. Prabowo patuh pada instruksi wasit (moderator) sebelum debat dimulai, bahwa tidak diperkenankan menyerang secara personal.
Debat capres kedua kali ini sepertinya juga sesuai dengan apa yang saya prediksikan sebelumnya, bahwa debat kali ini akan menentukan keberpihakan pemilih.Â
Mengamati linimasa media sosial, banyak teman-teman saya yang mulanya condong pada capres nomor 01, kini mulai goyah. Beberapa di antaranya bahkan sudah mantap pindah pilihan. Mereka menyesali sikap Jokowi yang kembali menyerang pribadi Prabowo, bukan melontarkan ide atau gagasan tentang bagaimana arah kebijakannya seandainya dipercaya memimpin kembali negeri ini.