Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Ahmad Dhani Itu Tahanan Politik atau Tahanan Biasa Saja Sih?

7 Februari 2019   21:18 Diperbarui: 8 Februari 2019   08:12 1489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: merdeka.com

Begitu pula dengan tahanan kasus politik sebelum peristiwa G30S/PKI, tidak disebut sebagai tapol, misalnya "Tahanan Peristiwa Madiun", "Tahanan DI/TII" dan lainnya. Stempel Tapol yang dilekatkan pada tahanan yang tersangkut kasus G30S/PKI semakin kentara karena meskipun sudah dibebaskan, pada kartu identitas (KTP) mereka diberi keterangan "Eks Tapol".

Karena cakupan kasus politik itu luas, definisi pasti dari Tahanan Politik pun sepenuhnya subyektif. Pada masa rejim orde baru, dasar hukum yang menjerat seorang tahanan politik adalah pasal-pasal dalam UU No.11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi atau dikenal dengan sebutan UU Subversiv. UU ini sebenarnya dibuat pada masa pemerintahan Orde Lama, yang kemudian masih diteruskan penggunaannya oleh pemerintahan Orde Baru.

Setelah UU Subversiv dicabut melalui penerbitan UU nomor 26 tahun 1999, semestinya sudah tidak ada lagi pemakaian istilah Tahanan Politik. Namun, istilah itu kerap digunakan publik untuk menyebut para terdakwa atau terpidana yang dijerat dengan pasal makar dalam KUHP, yakni pasal 104, 106 dan pasal 107 KUHP. 

Kasus terbaru dari "Terdakwa Politik" ini adalah penangkapan 8 orang atas dugaan pemufakatan makar yakni eks Staf Ahli Panglima TNI Brigjen (Purn) Adityawarman Thaha, mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein, Ketua Solidaritas Sahabat Cendana Firza Huzein. 

Turut ditangkap aktivis politik Ratna Sarumpaet, calon wakil Bupati Bekasi Ahmad Dhani, putri presiden pertama Presiden Soekarno, Rachmawati Soerkarnoputri, Sri Bintang Pamungkas dan Eko yang semuanya ditangkap pada Jumat 2 Desember 2016.

Dari contoh-contoh penggunaan istilah Tahanan Politik tersebut, tidak tepat apabila kemudian Ahmad Dhani menganggap dirinya sebagai Tahanan Politik. Dia tidak dijerat dengan UU Subversiv (karena sudah dicabut), juga tidak dijerat dengan pasal-pasal makar dalam KUHP.

Ahmad Dhani hanya tahanan biasa, yang dijerat dengan pasal-pasal UU ITE. Seandainya ada istilah "Tahanan Digital/Tahanan Kasus Digital", maka itulah istilah yang paling pas buat Ahmad Dhani, dan para terdakwa atau terpidana lain yang dihukum karena dakwaan yang dikenakan berdasarkan UU ITE. 

Meskipun begitu, mau tidak mau kita harus mengakui penangkapan dan penahanan Ahmad Dhani mempunyai aroma politik yang kuat. Hal ini tak lepas dari momen dan peristiwa yang melatarbelakangi kasus tersebut yang terjadi di tengah kontestasi politik.

Ahmad Dhani boleh saja menganggap dirinya adalah tahanan politik karena dia menilai dakwaan terhadapnya diperoleh melalui "kekuasaan khusus" pihak yang menghakiminya. Anggapan seperti  ini bisa kita lihat jika membandingkan kasus Ahmad Dhani dengan kasus-kasus serupa. 

Seperti perintah penahanan seketika meskipun pihak Ahmad Dhani sudah menyatakan banding. Berkaca dari kasus Buni Yani yang baru dieksekusi setelah kasasinya ditolak, Ahmad Dhani semestinya tidak bisa dikenakan penahanan karena status hukumnya belum inkracht. 

Begitu pula dengan aspek penanganan hukumnya, yang menurut pihak Ahmad Dhani dirasakan sangat tidak adil apabila membandingkan dengan yang sudah dilakukan beberapa orang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun