Selama ini, Kompasianer hanya bisa menyandarkan pada mesin hitung pembaca Kompasiana yang ternyata banyak melesetnya. Jika sebuah artikel di Kompasiana tertulis sudah dibaca 1000 orang, belum tentu hasil yang sama ada pada versi Google Analytic.
Selain itu, Kompasiana juga tidak membuka diri, berapa nominal rupiah yang bisa didapatkan. Saya ambil contoh di sebuah situs informasi kesehatan. Mereka dengan terus terang di awal memberi kompensasi pada kontributornya, misalnya di angka 50 ribu rupiah untuk setiap artikel yang tayang. Dan bonus, misalnya 10 ribu rupiah apabila sudah diklik 1000 kali.
Mengawali tahun 2019 nanti, saya harap Kompasiana tetap memberikan program K-Rewards pada para Kompasianer. Dengan tambahan adanya transparansi seperti yang saya contohkan diatas. Pemberian K-Rewards, selain untuk memotivasi para penulis, juga sebagai bentuk penghargaan Kompasiana atas kontribusi dan loyalitas Kompasianer.
Antara Kompasiana dan Kompasianer terjadi simbiosis mutualisme. Diatas ini, ada kepercayaan yang menjadi nilai tertinggi. Kompasiana percaya pada kontribusi dan loyalitas penulisnya, sementara Kompasianer juga percaya Kompasiana adalah medium penulisan yang lebih baik daripada media lain.
Saya percaya, meski tidak diberikan reward sekalipun, Kompasiana masih bisa eksis. Masih banyak penulis-penulis idealis yang memberikan kontribusi tulisannya di media ini. Tapi jangan pernah meremehkan hukum pasar.
Di saat banyak media dan situs berita memberi kompensasi pada para kontributornya, apakah Kompasiana akan tetap bisa bertahan dengan idealisme semata? Karena pada akhirnya, orientasi komersial yang akan menang. Yang pragmatis akan lebih bisa bertahan daripada yang idealis.