Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

60 Sahabat Nabi : Abu Dzar Al Ghifari (Bagian 2)

20 Mei 2013   22:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:17 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan pinggang mereka di hari qiamat

Setiap ia mendaki bukit, menuruni lembah memasuki kota; dan setiap ia berhadapan dengan seorang pembesar, selalu kalimat itu yang menjadi buah mulutnya. Begitu pun setiap orang me­lihatnya datang berkunjung, mereka akan menyambutnya dengan ucapan: “Beritakan kepada para penumpuk harta . . .!”

Kalimat ini benar-benar telah menjadi panji-panji suatu missi yang menjadi tekad serta pendorong dalam membaktikan hidupnya, demi dilihatnya harta itu telah ditumpuk dan di­monopoli, serta jabatan disalahgunakan untuk memupuk ke­kuatan dan mengaut keuntungan; serta disaksikannya bahwa cinta dunia telah merajalela dan hampir saja melumuri hasil yang telah dicapai di tahun-tahun kerasulan, berupa keutamaan dan keshalihan, kesungguhan dan keikhlasan.

Abu Dzar menujukan sasarannya yang pertama terhadap poros utama kekuasaan dan gudang raksasa kekayaan, yaitu Syria, tempat bercokolnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang memerintah wilayah Islam paling subur, paling banyak hasil bumi dan paling kaya dengan barang upetinya. Mu’awiyah telah memberikan dan membagi-bagikan harta tanpa perhitungan, dengan tujuan untuk mengambil hati orang-orang terpandang dan berpengaruh, dan demi terjaminnya masa depan yang masih dirindukannya, didambakan oleh keinginannya yang luas tidak terbatas ….

Di sana tanah-tanah luas, gedung-gedung tinggi dan harta berlimpah telah menggoda sisa-sisa yang tinggal dari pemikul da’wah, maka Abu Dzar harus cepat mengatasinya, sebelum hal itu berlarut-larut, sebelum pertolongan datang terlambat hingga nasi telah menjadi bubur.

Pemimpin gerakan hidup sederhana ini pun berkemas-kemas, dan secepat kilat berangkat ke Syria. Dan demi berita itu di­dengar oleh rakyat jelata, mereka pun menyambut kedatangan­nya dengan semangat menyala penuh kerinduan, dan mengikuti ke mana perginya.

“Bicaralah, wahai Abu Dzar!” kata mereka: “bicaralah, wahai shahabat Rasulullah!” Abu Dzar melepaskan pandang menyelidik ke arah orang-orang yang berkerumun. Dilihatnya kebanyakan mereka adalah orang-orang miskin yang dalam kebutuhan. Lalu dilayangkan pandangnya ke arah tempat-tempat ketinggian yang tidak jauh letaknya dari sana, maka tampaklah olehnya gedung-gedung dan mahligai tinggi. Berserulah ia kepada orang-orang yang berhimpun sekelilingnya itu:

“Saya heran melihat orang yang tidak punya makanan di rumahnya, kenapa ia tidak mendatangi orang-orang itu dengan menghunus pedangnya!”

Tetapi segera pula teringat olehnya wasiat Rasulullah yang menyuruhnya memilih cara evolusi daripada cara revolusi, menggunakan kata-kata tandas daripada senjata pedang. Maka ditinggalkannyalah bahasa perang dan kembali menggunakan Bahasa logika dan kata-kata jitu. Diajarkannyalah kepada orang­orang itu bahwa mereka sama tak ubah bagai gigi-gigi sisir . bahwa.semua mereka berserikat dalam rizqi     bahwa tak ada kelebihan seseorang dari lainnya kecuali dengan taqwa dan bahwa pemimpin serta pembesar dari suatu golongan, harus­lah yang pertama kali menderita kelaparan sebelum anak buah­nya, sebaliknya yang paling belakang menikmati kekenyangan setelah mereka … !

Dengan ucapan serta keberaniannya. Abu Dzar telah me­mutuskan untuk membentuk suatu pendapat umum di setiap negeri Islam; hingga dengan kebenaran, kekuatan dan ketang­guhannya menjadi kekangan terhadap para pembesar dan kaum hartawan, dan dapat mencegah munculnya suatu golongan yang menyalahgunakan kekuasaan atau menumpuk harta kekayaan.

Dalam beberapa hari saja daerah Syria seakan berubah men­jadi sel-sel lebah yang tiba-tiba menemukan ratu yang mereka ta’ati. Dan seandainya Abu Dzar memberikan isyarat untuk berontak, pastilah api pemberontakan akan berkobar. Tetapi sebagai telah kita katakan tadi, niatnya hanya, terbatas untuk membentuk suatu pendapat umum yang harus dihormati, dan agar ucapan-ucapannya menjadi busa bibir di tempat-tempat pertemuan, di masjid dan di jalan-jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun