Mohon tunggu...
pricelia anggita togatorop
pricelia anggita togatorop Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis 2 Kasus akibat kemiskinan sesuai UU No 2 Tahun 2024

21 April 2025   18:10 Diperbarui: 21 April 2025   18:09 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1:
1. Siti afidatul rohmah 1312300004
2. Ahmad Firza Al Farizi 1312300102
3. Pricelia Anggita 1312300273
4. Joe Martin Santoso -- 1312300051
Contoh kasus: "Jatim Newsroom -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali melakukan penindakan terhadap juru parkir (jukir) liar. Kali ini, pemkot melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya menyasar jukir liar yang biasa mangkal di area toko modern. Penindakan terhadap 18 jukir tersebut selanjutnya kita bawa ke Mako Polrestabes Surabaya untuk diambil keterangan, kemudian disidangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Mereka diamankan karena kan toko modern itu sudah membayar pajak parkir, akan tetapi di lokasi itu ada jukirnya".
Dalam analisa Perda No 2 Tahun 2024 yaitu Parkir liar merupakan fenomena yang kerap dijumpai di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Surabaya. Parkir liar seringkali menimbulkan berbagai masalah seperti kemacetan, ketidakteraturan kota, dan potensi konflik sosial. Di sisi lain, sebagian besar pelaku parkir liar adalah warga yang berasal dari keluarga miskin atau miskin ekstrem yang menggantungkan hidupnya pada aktivitas ini sebagai sumber penghasilan utama. Perda No. 2 Tahun 2024 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menegaskan bahwa penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, dengan fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin dan peningkatan akses mereka terhadap peluang usaha formal. Oleh karena itu, penertiban parkir liar tidak boleh semata-mata bersifat represif, melainkan harus diiringi dengan program pemberdayaan agar pelaku parkir liar dapat beralih ke usaha yang lebih produktif dan berkelanjutan. Tujuan Implementasi. Menertibkan parkir liar guna menciptakan ketertiban dan kenyamanan kota. Mengurangi ketergantungan masyarakat miskin pada penghasilan dari parkir liar yang tidak teratur dan rentan konflik. Memberikan akses pelatihan dan bantuan modal kepada pelaku parkir liar agar dapat beralih ke usaha mikro formal. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga miskin melalui pemberdayaan ekonomi. Mendukung pencapaian target percepatan pengentasan kemiskinan sesuai Perda No. 2 Tahun 2024. Langkah-Langkah Implementasi Pendataan dan Identifikasi
Pelaku Parkir Liar Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Sosial dan Dinas Perhubungan melakukan pendataan menyeluruh terhadap pelaku parkir liar yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Pendataan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi mereka, jumlah keluarga yang bergantung pada aktivitas parkir liar, serta kebutuhan pelatihan dan bantuan modal. Pendataan dilakukan dengan melibatkan aparat kelurahan dan RW setempat agar data yang diperoleh akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Penertiban Parkir Liar dengan Pendekatan Humanis Penertiban dilakukan secara bertahap dan humanis, bukan dengan tindakan represif yang dapat memperburuk kondisi sosial ekonomi pelaku parkir liar. Pemerintah memberikan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya ketertiban dan manfaat beralih ke usaha formal. Pelaku parkir liar yang terdampak diberikan waktu transisi dan pendampingan agar tidak kehilangan penghasilan secara tiba-tiba. Program Pelatihan Keterampilan dan
Pemberdayaan Usaha Mikro Pelaku parkir liar yang telah didata kemudian difasilitasi mengikuti pelatihan keterampilan sesuai potensi lokal dan minat mereka, seperti pelatihan usaha kuliner, kerajinan tangan, jasa kebersihan, atau perdagangan kecil. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Dinas Koperasi dan UKM bekerja sama dengan lembaga pelatihan vokasi dan LSM. Selain pelatihan, mereka juga dibantu mengakses modal usaha mikro melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah, serta pendampingan bisnis agar usaha yang dijalankan dapat berkembang dan berkelanjutan. Pengembangan dan Pengelolaan Parkir Resmi yang Terjangkau, Pemerintah Kota Surabaya mengembangkan fasilitas parkir resmi di lokasi strategis yang mudah diakses dan dengan tarif yang terjangkau. Hal ini bertujuan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk parkir liar sekaligus menciptakan sumber pendapatan asli daerah yang dapat dialokasikan untuk program sosial dan pemberdayaan masyarakat miskin. Pengelolaan parkir resmi juga melibatkan pelaku usaha mikro yang sebelumnya adalah pelaku parkir liar, sehingga mereka tetap mendapatkan penghasilan namun dalam sistem yang lebih tertib dan legal.Kolaborasi Multi-Sektor dan Monitoring Berkelanjutan Penanganan parkir liar dan pemberdayaan pelaku usaha dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai dinas terkait, seperti Dinas Sosial, Dinas Perhubungan, Dinas
Koperasi dan UKM, serta aparat keamanan dan aparat kelurahan. Kolaborasi ini memastikan program berjalan efektif dan tepat sasaran. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala menggunakan data terpadu agar program dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dan hasilnya dapat diukur secara objektif. Dampak Positif yang Diharapkanbdengan pengurangan Parkir Liar: Penertiban yang terorganisir dan fasilitas parkir resmi yang memadai akan mengurangi praktik parkir liar, sehingga kota menjadi lebih tertib dan nyaman.Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Parkir Liar: Melalui pelatihan dan akses modal, pelaku parkir liar dapat bertransformasi menjadi pelaku usaha mikro yang produktif, meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup keluarga mereka. Pengentasan Kemiskinan: Dengan adanya program pemberdayaan yang terintegrasi, keluarga miskin yang selama ini bergantung pada penghasilan tidak tetap dari parkir liar dapat keluar dari siklus kemiskinan.Peningkatan Pendapatan Daerah: Pengelolaan parkir resmi yang baik dapat menambah pendapatan asli daerah yang selanjutnya digunakan untuk program-program sosial dan pengentasan kemiskinan. Kota Lebih Tertib dan Ramah Sosial: Penertiban yang humanis dan pemberdayaan ekonomi menciptakan lingkungan kota yang lebih tertib sekaligus Memperhatikan aspek sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Implementasi penertiban parkir liar di Kota Surabaya Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2024 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan merupakan contoh konkret bagaimana penanganan masalah sosial perkotaan dapat diintegrasikan dengan program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Pendekatan yang humanis dan berorientasi pada pemberdayaan usaha mikro tidak hanya menertibkan kota, tetapi juga memberikan solusi jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan.Dengan sinergi antar instansi pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, program ini diharapkan dapat menjadi model yang dapat direplikasi di kota-kota lain di Indonesia untuk mewujudkan percepatan penanggulangan kemiskinan secara efektif dan berkelanjutan.
1. Contoh Kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Bronggalan, Surabaya, yang terjadi pada 19 April 2025, di mana pelaku gagal melarikan motor curiannya dan akhirnya ditangkap warga, dapat dianalisis secara mendalam dengan mengacu pada asas penanggulangan kemiskinan dan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan daerah terkait penanggulangan kemiskinan, khususnya Perda Nomor 2 Tahun 2024 dan prinsip-prinsip HAM universal.
Analisis Kasus Curanmor Berdasarkan Asas Penanggulangan Kemiskinan dan HAM
1. Asas Kemanusiaan dan Penghormatan Hak Asasi Manusia
Penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi asas kemanusiaan yang mengedepankan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar manusia tanpa diskriminasi. Dalam konteks kasus curanmor ini, pelaku yang diduga berasal dari kelompok rentan---mungkin karena keterbatasan ekonomi atau masalah sosial seperti kecanduan narkoba---harus diperlakukan secara manusiawi, termasuk dalam proses penegakan hukum dan rehabilitasi sosial.
Penegakan hukum terhadap pelaku tidak boleh mengabaikan hak-hak dasar mereka, seperti hak atas perlakuan yang adil, hak atas bantuan sosial, dan hak untuk mendapatkan kesempatan pemulihan dan pemberdayaan agar tidak terjebak dalam siklus kemiskinan dan kriminalitas. Hal ini sejalan dengan prinsip non-diskriminasi dan kesamaan hak yang menjadi landasan penanggulangan kemiskinan.
2. Asas Keadilan dan Non-Diskriminasi
Perda No. 2 Tahun 2024 menegaskan bahwa penanggulangan kemiskinan harus berasaskan keadilan sosial dan non-diskriminasi. Kasus curanmor yang melibatkan pelaku dari kalangan miskin atau rentan sosial menuntut pendekatan yang tidak hanya represif, tetapi juga adil dan inklusif. Artinya, pelaku harus mendapatkan proses hukum yang adil, sekaligus akses terhadap program pemberdayaan dan perlindungan sosial yang dapat membantu mengatasi akar penyebab tindak pidana, yakni kemiskinan dan ketidakberdayaan.
3. Asas Pemberdayaan dan Partisipasi
Penanggulangan kemiskinan yang efektif harus melibatkan pemberdayaan individu dan masyarakat serta mendorong partisipasi aktif mereka dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan. Dalam kasus ini, pelaku yang merupakan bagian dari masyarakat miskin perlu diberikan akses kepada program-program pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan, dan rehabilitasi sosial agar dapat mandiri secara ekonomi dan sosial, sehingga mengurangi risiko berulangnya tindakan kriminal.
Selain itu, peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungan seperti yang terjadi di Bronggalan sangat penting sebagai bagian dari pendekatan partisipatif. Masyarakat yang aktif berperan serta membantu penegakan hukum dan pencegahan kejahatan turut berkontribusi pada terciptanya lingkungan yang aman dan kondusif bagi pengentasan kemiskinan.
4. Asas Kesejahteraan dan Keberlanjutan
Penanggulangan kemiskinan harus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan. Kasus curanmor ini menunjukkan bahwa tanpa adanya jaminan kesejahteraan yang memadai, individu rentan dapat terdorong melakukan tindakan kriminal sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan harus menyediakan program bantuan sosial terpadu, jaminan kesehatan, pendidikan, perumahan layak, dan akses pekerjaan yang layak untuk mencegah kemiskinan yang berujung pada kriminalitas.
5. Asas Transparansi, Akuntabilitas, dan Profesionalisme
Penanganan kasus curanmor dan penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta profesional agar program dan kebijakan yang dijalankan tepat sasaran dan efektif. Aparat penegak hukum dan dinas sosial perlu berkoordinasi dalam menangani pelaku yang berasal dari kelompok miskin agar proses hukum berjalan adil sekaligus memberikan ruang rehabilitasi dan pemberdayaan.
Kesimpulan
Kesimpulan
Implementasi penertiban parkir liar di Kota Surabaya berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2024 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan merupakan contoh konkret bagaimana penanganan masalah sosial perkotaan dapat diintegrasikan dengan program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Pendekatan yang humanis dan berorientasi pada pemberdayaan usaha mikro tidak hanya menertibkan kota, tetapi juga memberikan solusi jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan.
Dengan sinergi antar instansi pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, program ini diharapkan dapat menjadi model yang dapat direplikasi di kota-kota lain di Indonesia untuk mewujudkan percepatan penanggulangan kemiskinan secara efektif dan berkelanjutan.
Kasus curanmor di Bronggalan Surabaya merupakan manifestasi dari persoalan kemiskinan dan kerentanan sosial yang membutuhkan penanganan komprehensif berdasarkan asas penanggulangan kemiskinan dan prinsip Hak Asasi Manusia. Pendekatan yang mengedepankan kemanusiaan, keadilan, pemberdayaan, partisipasi masyarakat, kesejahteraan berkelanjutan, serta transparansi dan akuntabilitas, menjadi kunci dalam mengatasi akar masalah yang melatarbelakangi tindak kriminal.
Dengan demikian, selain penegakan hukum yang adil, perlu ada intervensi sosial berupa program pemberdayaan ekonomi, rehabilitasi sosial, dan peningkatan akses layanan dasar bagi pelaku dan masyarakat miskin. Hal ini sejalan dengan semangat Perda No. 2 Tahun 2024 dan prinsip HAM yang menuntut perlakuan manusiawi dan penghormatan hak-hak dasar setiap warga negara, guna menciptakan masyarakat yang aman, adil, dan sejahtera secara berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun