Mohon tunggu...
Predi Sinaga
Predi Sinaga Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Menyuarakan suara dengan coretan

Pemikir dan Akademisi yang terus menggali/ Apresiasi coretan saya dengan cara terbaikmu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Belajar dari Kasus yang Menimpa George Floyd

2 Juni 2020   20:12 Diperbarui: 2 Juni 2020   20:21 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru baru ini peristiwa yang menyita perhatian dunia datang dari negara adikuasa Amerikat Serikat. Di wilayah bagian minneapolis negara tersebut terjadi penganiayaan yang dikategorikan menjadi kasus pembunuhan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Nama korban yang meninggal adalah George Floyd yang diketahui merupakan seorang pria berkulit hitam yang bekerja sebagai petugas keamanan. Namun diketahui sudah mengangur akibat adanya pandemi covid 19. 

Secara kronologis kematian George Floyd diawali dengan tuduhan memberi uang palsu untuk membeli sebuah rokok, lanjut cerita pemilik toko menghubungi kepolisian dan kemudian terjadilah rangkaian tragedi yang membuat seorang pria yang dikenal ramah harus meningggal dibawah lutut seseorang yang seharusnya hadir sebagai pelindung rakyat.

Ada banyak sekali ekspektasi yang bermunculan dari tragedi yang menyedihkan ini, mulai dari tuduhan ketidakadilan terhadap minoritas, pelanggaran hak asasi manusia berkulit hitam, dan banyak ekspektasi lainnya yang menyebabkan klimaks dari kasus tersebut pun harus terjadi yaitu demonstrasi di gedung putih. 

Kita tahu bahwa di negara tersebut masih menjadi masalah serius terkait warna kulit. Lain halnya dengan Indonesia yang bahkan jumlah pemutih sudah menyamai jumlah manusia, jadi masalah kulit hitam dan kulit putih tidak lagi dominan untuk dipermasalahkan. Kalaupun ada, itu hanyalah segelintir orang yang belum sadar mereka hidup di era mana.

Namun kali ini saya akan mengajak pembaca melihat dari sisi lain, bukan dari hak asasi manusia, SARA, ataupun politik kenegaraan. Namun hal yang akan saya kulik adalah sesuatu yang bisa diadopsi oleh negara kita Indonesia dari kasus yang menyita media di berbagai belahan dunia ini. Hal tersebut adalah dari segi SOP ataupun prosedur penindakan terhadap sebuah kasus.

Apa saja diantaranya?

1. Dari kasus kematian George floyd kita mengetahui bahwa seorang polisi mengeluarkan senjata, padahal hal tersebut belum terkonfirmasi secara pasti bahwa itu sebuah tindakan kriminal, hanya diketahui dari laporan telepon saja. Walaupun senjata tersebut bukan merupakan alat yang menyebabkan kematian seorang George Floyd, namun di skenario lain hal ini bisa menyebabkan kepanikan mental, kita tidak tahu apakah si korban memiliki trauma atau penyakit, dan bisa saja tindakan yang seperti ini dapat menyebabkan frustasi, hingga pada skenario terburuk adalah berujung pada kematian seseorang. 

Dalam hal ini saya tidak tahu apakah SOP yang ditetapkan di Kepolisian Amerika seperti itu. Namun jika benar, maka hal ini bisa menjadi pelajaran bagi Aparat di Indonesia untuk menjadikan hal tersebut sebagai bahan evaluasi terkait prosedur penindakan terhadap sebuah kasus yang masih berstatus indikasi atau belum pasti.

2. Hal kedua yang menjadi sangat penting dan berharga adalah terkait kekerasan fisik, kita jelas tahu bahwa kematian George Floyd pada dasarnya akibat kekerasan fisik yang dialami di lehernya sehingga kesulitan bernafas, ketika seorang aparat kepolisian melakukan tindakan kekerasan fisik dengan menjerat korban dengan menekan leher korban dengan lutut atau bagian tubuh lainnya menurut saya tidak pantas menjadi bagian dari prosedur penindakan sebuah kasus, Apakah prosedur peradilan saat ini sudah dipersamakan dangan perkelahian?, Apakah Prosedur pelaporan tindak pidana sudah dipersamakan dengan anak kecil yang melapor kepada ibunya?, tanpa ada tindakan wajar langsung marah dan berkehendak tanpa mengklarifikasi permasalahan sebenarnya?.

Di negeri kita Indonesia, hal ini sebenarnya masih terjadi,kita tidak boleh lupa dengan tragedi pengepungan asrama anak anak papua di Yogyakarta 2016 silam, Anak anak papua banyak yang mendapatkan kekerasan fisik dari pihak aparat, salah satunya adalah Obby Koyoga korban kekerasan aparat yang sempat menyita perhatian publik dan masuk ke ranah peradilan. Fakta fakta seperti ini cukup menjadi pembuktian bahwa penyakit seperti ini masih rawan terjadi dikalangan aparat. 

Oleh sebab itu berangkat dari kasus kasus yang sudah terjadi, kita dan pemerintah harusnya sadar bahwa di negara yang sudah berlandaskan hukum, kekerasan fisik seharusnya tidak boleh lagi terjadi. Karena jika kekerasan fisik masih marak terjadi, maka kembali saja kita ke masa dimana hukum belum ada, bukan kah itu jauh lebih baik?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun