Mohon tunggu...
Prayudi Setiadharma
Prayudi Setiadharma Mohon Tunggu... -

A IPR consultant by profession, and an life-observer by passion...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Ada Hak Cipta dalam Lagu Kampanye

20 Maret 2014   22:45 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13953159011365243116

[caption id="attachment_327600" align="aligncenter" width="654" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Siapa pun barangkali akan sepakat bahwa musik dan lagu adalah salah satu media penyampai pesan yang sangat efektif. Betapa tidak, kata-kata yang dirangkai sebagai lirik dan disampaikan dalam balutan irama lagu kerapkali terserap dan melekat dalam ingatan kita jauh lebih mudah ketimbang disampaikan dengan tutur kata biasa.

Efektivitas sebagai penyampai pesan inilah yang kemudian menyebabkan musik dan lagu sangat sering dipergunakan sebagai sarana promosi terhadap suatu barang, jasa, ataupun sekedar pesan moral dan/atau sosial tertentu. Meski hanya terdiri atas beberapa not saja, siapa sih yang tidak kenal jingle Always Coca Cola yang ringan tapi begitu melekat itu? Atau sekedar beberapa not sederhana yang begitu identik dengan pesawat telepon genggam keluaran Nokia?

Dari ranah lokal juga demikian. Siapa yang tidak kenal dengan jingle iklan produk Indomie yang “dari Sabang sampai Merauke itu?” Bagi yang tidak mau bersusah-payah dalam menciptakan musik dan lagu sendiri untuk jingle, pemakaian musik atau lagu yang sudah lebih dahulu populer untuk kepentingan pemasaran suatu produk juga sudah sangat lazim terjadi. Ingat saja beberapa waktu lalu lagu Berita Kepada Kawan karya Ebiet G. Ade dipergunakan sebagai lagu latar untuk iklan khusus Ramadhan dari salah satu produsen rokok. Contoh lain barangkali adalah lagu rakyat Cucak Rowo yang belakangan ini juga dipakai – dengan penyesuaian lirik tentunya – untuk iklan salah-satu produk sosis siap makan.

Tidak hanya pemasaran produk komersil, penggunaan musik atau lagu yang sudah populer di masyarakat juga dilakukan di ranah politik, khususnya dalam rangkaian kampanye untuk memenangkan partai ataupun calon pejabat publik tertentu. Kita tentunya masih ingat bahwa pada hajatan pemilu presiden tahun 2009 lalu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono tanpa tedeng aling-aling mempergunakan jingle iklan Indomie sebagai lagu tema iklan kampanyenya di televisi. Tentu dengan modifikasi, termasuk lirik terakhir yang menjadi “SBY Presidenku” itu.  Dan semua orang pun tahu bahwa SBY-Boediono menang telak dan terpilih hanya dalam satu putaran. Sebesar apa pemilihan lagu tadi memiliki andil di dalamnya? Entahlah, mungkin hanya Tuhan yang tahu.

Menjelang rangkaian kegiatan Pemilu 2014 ini pun pemakaian lagu populer untuk kepentingan kampanye kembali marak. Dalam beberapa iklan kampanyenya, Partai Golkar dan capres mereka Aburizal Bakrie mempergunakan irama lagu Kopi Dangdut, yang musiknya sebenarnya berasal dari lagu Moliendo Café karya Hugo Blanco asal Venezuela. Lagu Sik-Asik ciptaan Irul Anwar dan terkenal lewat suara Ayu Ting-Ting juga sudah dimodifikasi lirik dan aransemennya untuk menjadi lagu iklan dari Partai Hanura. Sedangkan Partai Demokrat dalam berbagai kegiatan kampanyenya kerap memperdengarkan lagu Rumah Kita karya Ian Antono, yang dipilih karena konon sesuai dengan salah-salah satu tema kampanye mereka yang ingin menjadikan partai tersebut sebagai “rumah” bagi rakyat Indonesia.

Secara hukum – khususnya hukum terkait Hak Kekayaan Intelektual dan lebih khusus lagi Hak Cipta – pemakaian musik atau lagu populer untuk kepentingan kampanye politik, seperti halnya untuk kepentingan kampanye komersial, sebenarnya sah-sah saja. Tentunya sepanjang tidak melanggar hak-hak yang dimiliki baik oleh pencipta, perekam suara, atau artis yang membawakan lagu tersebut.

Secara umum berdasarkan Pasal 12 UU no. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, lagu atau musik – dengan atau tanpa teks – termasuk dalam Ciptaan yang dilindungi Hak Cipta. Sesuai Pasal 2 Ayat 1 UU yang sama, ini berarti bahwa hanya si pencipta – atau siapapun yang menerima hak dari si pencipta – yang berhak untuk melakukan pengumuman dan/atau perbanyakan atas lagu atau musik yang dimaksud. Orang lain yang ingin melakukan kegiatan yang tergolong mengumumkan dan/atau memperbanyak lagu atau musik tersebut hanya boleh melakukannya dengan seijin si pencipta/pemegang hak cipta. Perlindungan hak cipta ini berlaku seumur hidup si pencipta hingga limapuluh tahun sesudah kematiannya.

Di samping hak untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak yang merupakan sisi ekonomi dari hak cipta tadi, pencipta juga masih mempunyai satu lagi hak yang tak kalah pentingnya, yaitu hak moral. Berdasarkan hak moral ini, sekalipun hak cipta secara ekonomi atas lagu atau musik tadi sudah dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain, sang pencipta tetap memiliki hak untuk dicantumkan namanya sebagai pencipta, serta melarang setiap perubahan atas ciptaannya tersebut oleh pihak lain.

Penggunaan sebuah lagu atau musik untuk kepentingan kampanye tentu saja dapat dikategorikan dalam pengumuman dan/atau perbanyakan atas lagu tersebut; baik yang dilakukan dalam kampanye berupa rapat umum di tempat terbuka, maupun kampanye di media baik di radio, televisi, maupun internet. Dengan demikian, seorang pencipta lagu memiliki hak penuh dan mutlak untuk mengijinkan atau melarang parpol, caleg atau capres manapun memakai lagu atau musik ciptaannya untuk kepentingan kampanye dalam bentuk apapun.  Lebih jauh lagi, sebagai perwujudan dari perlindungan hak moral yang ia miliki, si pencipta lagu juga berhak mengijinkan atau melarang parpol, caleg atau capres manapun melakukan modifikasi terhadap lagunya demi untuk mengakomodir kepentingan kampanye mereka.

Urusan hak cipta lagu ini bukan urusan main-main. Beberapa contoh yang terjadi di Amerika Serikat, memberikan kita banyak pelajaran berharga mengenai soal yang satu ini.  Tahun 2008, misalnya, Senator John McCain dan tim kampanyenya di tengah pertarungan berebut kursi Presiden melawan Barack Obama sempat  digugat oleh musisi Jackson Browne yang tidak rela salah satu lagu ciptaannya, Running on Empty, dipakai sebagai musik tema kampanye melawan rencana kebijakan energi kubu Demokrat. Meski tidak sempat ke pengadilan, McCain harus membayar sejumlah uang damai dan membuat pernyataan maaf secara terbuka kepada publik  - dan tentu saja, pemakaian lagu tadi harus dihentikan.

Politisi kawakan Partai Republik Newt Gingrich juga mengalami nasib serupa manakala dia harus menghentikan penggunaan lagu Eye of the Tiger (kita mungkin lebih mengenal lagu ini sebagai salah satu soundtrack film Rocky-nya Sylvester Stallone) setelah menghadapi gugatan dari para penciptanya. Survivor, grup musik yang menciptakan dan menyanyikan lagu tersebut, menggugat Gingrich tidak hanya karena memakai lagu tadi pada beberapa kegiatan kampanye, melainkan juga karena mengunggah video rekaman kegiatan kampanye di mana lagu tersebut diperdengarkan ke situs YouTube. Dan sekuat apapun Gingrich dengan Partai Republiknya, ia pun harus menyerah pada gugatan sang pemilik hak cipta.

Kembali ke konteks penyelenggaraan rangkaian kegiatan Pemilu 2014 yang saat ini sedang berlangsung di negeri kita, sepertinya tim sukses setiap parpol, caleg atau capres harus benar-benar memperhatikan masalah hak cipta ini sebelum memutuskan untuk memakai lagu atau musik dalam kampanye, apalagi jika bermaksud untuk mengutak-atik lirik lagu tersebut untuk kepentingan politiknya. Pastikanlah terlebih dahulu bahwa si pencipta ataupun ahli warisnya benar-benar mengijinkan serta tidak keberatan dengan pemakaian lagu tersebut. Surat permohonan ijin sepihak dari si pemakai saja tidak cukup kuat untuk dapat membuktikan adanya ijin tanpa didukung oleh pernyataan tertulis dari sang pemilik hak cipta.

Atau kalau mau aman, pakai saja lagu-lagu karya Wage Rudolf Supratman atau Ismail Marzuki yang saat ini sudah berada di public domain karena kedua maestro tersebut sudah meninggal dunia lebih dari 50 tahun yang lalu.

Yang jelas, jangan sampai kampanye yang diharapkan akan gegap gempita malah jadi hancur berantakan dan bikin malu hanya gara-gara memakai lagu orang lain tanpa ijin, bukan?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun