Mencermati dinamika politik beberapa waktu terakhir dengan merapatnya Prabowo ke Bu Mega, secara tersirat muncul poros baru PDIP-Gerindra.
Empat parpol pendukung Pak Jokowi (Golkar, Nasdem, PKB dan PPP) juga menyiratkan menjadi poros tersendiri dan tetap mendukung Pak Jokowi.
Lantas, apa yang menarik? Tiga parpol yang perolehan suaranya terbanyak, mulai berbeda kubu. PDIP dengan Gerindra yang memiliki Ketum "Patron" aman dari kekisruhan, sementara di Golkar terlihat Ketumnya, Airlangga di nilai turun kredibilitasnya, mulai digoyang.
Golkar mereka nilai tidak solid, perolehan suara nasional dan kursi di DPR turun dibandingkan Pemilu 2014.
Menurut salah satu tokoh Golkar Indra Bambang Utoyo, Sabtu (20/7/2019), faktor kepemimpinan yang memicu masalah.
"Tidak adanya isu strategis, tidak terlaksananya konsolidasi dengan baik, serta kasus2 korupsi yang menjerat kader partai," katanya.
Golkar ini pada awalnya dikenal sebagai Partai Tentara, cikal bakal Golkar lahir pada tahun 1964 atas dorongan Jenderal Ahmad Yani dengan nama Sekber Golkar, Â dibentuk dengan misi mempertahankan ideologi bangsa Pancasila dari rongrongan PKI atau komunisme.
Dari tantangan pada beberapa tahun terakhir, selain komunis, ada gangguan ideologi baru yaitu menguatnya  konsep khilafah dalam veberapa versi.
Menurut Indra, Golkar tidak mampu menjadi benteng Pancasila dalam melawan khilafah terlihat saat kontestasi Pilgub DKI 2017 dan yang semakin memanas pada Pilpres 2019.
Analisis