Mohon tunggu...
Prastiwo Anggoro
Prastiwo Anggoro Mohon Tunggu... Insinyur - ingenieur

Seorang pemerhati lingkungan, budaya dan sumber daya manusia. Aktif di perkumpulan kepemudaan, Keinsinyuran, Lingkungan dan Pendidikan. Memberikan kontribusi melalui infiltrasi ke generasi muda dan berusaha menulis satu topik setiap minggu sekali.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Berjodoh dengan "Cincin Api Bumi"

25 Desember 2018   12:53 Diperbarui: 27 Desember 2018   15:53 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kesuburan tanah di lereng gunung (malang -batu)| Dokumentasi pribadi

Apakah itu pendidikan kebencanaan?

Berkaca dari negara matahari terbit (jepang), sebuah Negara yang langganan gempa, sejak tahun 2002 melalui kementerian pendidikan (METX) telah memasukkan kedalam kurrikulum pendidikan Disaster Risk Reduction (DRR) dengan tujuan agar siswa-siswi yang mengeyam bangku pendidikan, mulai dari jenjang dini sampai ke bangku perkulihaan, dapat mengenal potensi bencana alam.

Selain itu mereka juga diharapkan dapat berperan aktif di dalam lingkungannya masing-masing.

Untuk metode pelajarannya sendiri yang diajarkan adalah melalui buku cerita, karton, games bahkan internet (medsos).

Hasil dari pendidikan sangat siginifikan yaitu saat saat tsunami 2011, di sekolah Kamaishi, dengan 3000 siswa yang dapat di evakuasi secara cepat dan tepat sebelum bencana sehingga di perkirakan tidak ada korban yang jatuh sama sekali dari sekolah tersebut. Di saat bersamaan tercatat 15.894 orang korban meninggal (baca di sini)

Melihat fakta di atas, kurikulum pendidikan kebencanaan merupakan urgensi yang harus menjadi konsen pemerintah ke depan, selain perbaikan menyeluruh dari early warning system (ESW).

Early warning system yang menjadi Late warning system

Berkaca dari tsunami yang terjadi 3 hari lalu (22 desember 2018), Data korban sementara hingga Senin (24/12/2018) pukul 17.00 WIB, tercatat 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi . Di kutip dari kompas.com 

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan tertulisnya "Tidak adanya peringatan dini tsunami juga menyebabkan jatuh korban yang cukup banyak karena masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk evakuasi,"

Sedangkan dari Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan "tsunami yang terjadi di karenakan longsoran di lereng gunung anak Krakatau yang di akibatkan oleh erupsi gunung sehingga tidak terdeteksi oleh alat EWS yang hanya mendeteksi gempa tektonik"

"Kedepan di perlukan koordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG) terkait pencegahan tsunami akibat aktivitas gunung berapi" lanjut prof karnawati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun