Tindakan mediator yang melampui tenggang waktu mediasi mengakibatkan ketidak pastian hukum khususnya bagi pihak pekerja. Apalagi kalau sengketa yang terjadi adalah Sengketa Pemutusan Hubungan Kerja. Karena Tindakan mediator berakibat pada ketidakpastian pembayaran hak-hak pekerja.
Beberapa fakta yang timbul dari tindakan Mediator yang melewati tenggang waktu Mengeluarkan anjuran yaitu;
Walaupun telah ada diatur tentang Sanksi terhadap mediator seperti yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 92 tahun 2004 tentang PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN MEDIATOR SERTA TATA KERJA MEDIASI pasal 19 ayat 1, 2 dan 3 yang pada pokoknya mengatur tentang sanksi teguran lisan dan tertulis serta pemberhentian, namun aturan ini tidak dilaksanakan secara tegas.
Bahkan secara tegas disebutkan dalam ayat 1 jika melewati tenggang waktu 30 hari kerja maka Mediator mendapat teguran lisan dan selanjutnya teguran tertulis. Namun faktanya belum satupun teguran yang dikeluarkan kepada Mediator yang melewati jangka waktu saat menyidangkan perselisihan hubungan industrial.
Mediator sebagai pegawai fungsional di Dinas Tenaga Kerja setempat secara struktural tunduk pada Kepala Dinas Tenaga Kerja. Dalam banyak kasus ternyata Kepala Dinas dapat mengintervensi Mediator khususnya dalam hal tenggang waktu sidang Tripartit dan juga mengeluarkan anjuran.
Walaupun UU nomor 2 tahun 2004 mengatur Mediasi merupakan bagian dari Hukum Acara Sengketa Hubungan Industrial. Namun dalam praktek ternyata tenggang waktu tidak mengikat  Majelis Hakim untuk menyatakan tidak sah anjuran jika telah lewat waktu.
Fakta ini terjadi karena dalam UU Nomor 2 tahun 2004 tentang PPHI, sebagai UU Khusus yang mengatur Hukum Acara Perselisihan Hubungan Industrial tidak secara penuh tunduk pada Hukum Acara Perdata. Â Proses Ajudikasi berupa forum tripartit tidak menjadi bagian dalam Hukum acara Perdata pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Pegawai Mediator tidak tunduk secara sturuktural pada Mahkamah Agung tetapi tunduk secara struktural Pada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Walaupun ada proses ajudikasi yang dilakukan oleh Mediator dan menghasilkan anjuran dan Risalah Tripartit, ternyata dalam proses Pendaftaran Gugatan Pada Pengadilan Hubungan Anjuran dan Tripartit tidak mengikat Majelis Hakim untuk mempertimbangkan. Anjuran dan Risalah hanya syarat formil untuk mendaftarkan gugatan.
Karena dalam praktek tenggang waktu sering kali dilanggar oleh Mediator, dan ini menjadi masalah hukum dalam proses Perselisihan Hubungan Industrial. Untuk hal tersebut perlu UU Nomor 2 tahun 2004 perlu ada revisi untuk memberikan kepastian hukum bagi para Pekerja.
Untuk merevisi UU Nomor 2 tahun 2004 perlu diperhatikan tentang tugas dan fungsi Mediator. Sehingga bentuk revisi UU Nomor 2 tahun 2004 yaitu;
Untuk tahapan mediasi, Konsiliasi dan arbitrase sebaiknya dalam UU Nomor2 tahun 2004 sebaiknya disatukan saja.