Mohon tunggu...
Pramadam MuhamadAnwar
Pramadam MuhamadAnwar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Lepas

Suka baca buku dan ngopi meskipun kadang ndredeg

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Gondrong: Sebuah Perayaan Kebebasan

2 Maret 2024   17:40 Diperbarui: 2 Maret 2024   17:46 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

           Masa-masa di sekolah adalah masa yang penuh rasa. Mulai dari rasa yang begitu pahit hingga rasa yang begitu manis.

            Salah satu kenangan pahit yang biasanya terjadi dalam dunia persekolahan adalah adanya "pemotongan" rambut oleh guru, bagi siswa laki-laki yang dianggap berambut terlalu panjang.

            Proses pemotongan tersebut dapat berlangsung  halus hingga kasar. Pemotongan itu kerap kali menjadi momok menakutkan bagi siswa laki-laki yang berambut panjang. Bagaimana tidak? Pemotongan tersebut bisa terjadi kapanpun dan dimanapun, setidaknya menurut pengalaman yang penulis lihat. Penulis sendiri untungnya tidak pernah merasakan. Ha Ha Ha.

            Secara rinci, lagi-lagi, menurut pengalaman yang penulis lihat selama SMP, untungnya selama SMA sudah jarang terjadi hal seperti itu setahu penulis, siswa laki-laki yang berambut panjang, akan dipotong rambutnya secara paksa. Pertama-tama, ia yang akan menjadi "target" untuk dipotong rambutnya, akan dipanggil oleh seorang guru yang bertugas menjadi algojo rambut, lalu dengan cara meraba-raba rambut yang dianggap panjang itu, sang algojo menjengkelkan itu akan mengecek apakah rambut yang dimiliki oleh siswa yang menjadi target itu sudah layak "dipetal", istilah populer, setidaknya di tempat penulis tinggal, untuk istilah pemotongan rambut secara paksa di sekolah, atau tidak.

            Jika jawabannya iya, maka dengan paksa, entah dengan cara berdiri, duduk, jongkok, halus, kasar, hingga pukulan, semuanya bisa saja terjadi dalam praktik yang beberapa teman penulis rasakan tersebut. Melihatnya saja sudah cukup menjengkelkan apalagi merasakannya. Sebetulnya penulis sendiri cukup ketar-ketir ketika bersekolah pada masa SMP, karena beberapa kali penulis memiliki rambut yang sudah memenuhi kriteria untuk dipetal, yakni rambut bagian depan harus di atas alis. Jika tidak, maka siswa laki-laki akan berpotensi untuk dipetal. Beruntung, penulis hanya pernah menyaksikan praktik tersebut.

            Namun, meski demikian, penulis tetap merasakan jengkel dengan praktik tersebut, karena cara yang dilakukan dalam praktik tersebut cenderung kasar. Kerap kali jeweran, tendangan, bahkan hingga tempeleng semuanya ada. Sang algojo rambut memang tak mengenal belas kasihan ketika menemui siswa laki-laki yang berambut panjang dan menurutnya tidak rapi.

            Meskipun penulis berusaha menaati aturan tersebut selama bersekolah di SMP tersebut, penulis tetap saja merasakan yang namanya ketar-ketir karena rambut penulis kerap kali "melanggar" aturan yang dibuat oleh si algojo yang menjengkelkan itu.

            Beranjak dari masa SMP, penulis pun memasuki masa yang agak longgar di SMA, dibandingkan dengan masa sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena, adanya sebuah peringatan dari guru BK yang berkata bahwa rambut siswa laki-laki tidak boleh terlalu panjang. Meskipun tidak se-menakutkan pada masa SMP, tetap saja pernyataan guru BK di SMA membuat penulis sedikit overthinking. Setiap penulis merasa rambut sudah panjang, maka muncullah rasa tersebut.  

            Setidaknya, setelah penulis beranjak dari bangku SMA menuju bangku kuliah, aturan tersebut sudah tidak ada dan penulis pun bisa lebih lega dan tidak perlu lagi overthinking tentang hal menjengkelkan tersebut.

            Bagi penulis, mungkin juga bagi para pembaca yang relate dengan penulis, menjadi gondrong adalah sebuah "perayaan" kebebasan atas belenggu pemotongan paksa oleh para guru semasa duduk di bangku sekolah.

            Ya, anda tak salah membaca. Menjadi gondrong adalah sebuah perayaan kebebasan atas lepasnya siswa laki-laki dari belenggu yang senantiasa menakuti mereka yang ingin tidak terikat dengan aturan yang mengatur rambut mereka, tetapi karena aturan yang begitu mengikat, mereka tidak bisa.

            Salam sehat!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun