Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Single Mom, Jangan Jadi Toxic

26 April 2022   17:00 Diperbarui: 28 April 2022   03:14 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi single mom.| iStockphotos/fizkes via grid.id

Siapa yang mau menjadi orangtua tunggal, namun terkadang situasi ini tidak terelakkan, entah karena kematian pasangan, ataupun karena "toxic marriage" yang terlampau menyiksa. 

Untuk sebab kedua, "toxic marriage", perceraian bisa jadi merupakan babak baru yang menimbulkan rasa lega untuk perempuan yang berpisah. Sayangnya kelegaan ini pada beberapa orang tidak diikuti dengan sikap yang bijak, mereka malah melakukan hal-hal yang membuatnya meracuni mental anak-anaknya sendiri.

Di bawah ini adalah tindakan yang dilakukan beberapa single mom yang dapat membawa pengaruh buruk pada mental anak.

1. Menjadikan Anak Peluru Pembalasan

Ada beberapa single mom yang sengaja menyakiti mantan pasangan dengan cara menghalanginya berjumpa dengan anak. Cara ini bisa jadi berhasil menyiksa batin mantan pasangan, namun disisi lain, batin anak pun tidak kalah tersiksanya.

Selain itu, kehilangan figur dari ayah ternyata dapat membawa akibat buruk yang dikenal dalam istilah psikologi dengan "fatherlessness", yang membawa dampak gangguan emosi hingga kurangnya percaya diri pada anak, dan yang terburuk, distorsi seksual. 

Banyak artikel maupun buku yang membahas efek negatif dari anak yang tumbuh tanpa figur ayah. Sesungguhnya hal ini bisa diminimalkan jika kedua pihak menyadari bahwa hubungan pernikahan merekalah yang berakhir, namun hubungan pertalian darah antara ayah dan anak tidak akan pernah bisa berakhir. 

Atas dasar pemahaman ini, beberapa single mom yang berpisah dengan pasangannya karena perceraian, mengatur perjanjian dan pembagian waktu untuk memberikan kesempatan kepada anak-anaknya bertemu dan berkumpul dengan ayahnya. Dan kebersamaan ini dapat mengisi kekosongan figur ayah akibat perceraian.

2. Mengajarkan Bahwa Konflik Tidak Pernah Bisa Berakhir

Beberapa single mom menyimpan kemarahan yang sangat besar dan berlarut kepada mantan pasangannya. Jangankan pergi bersama, bertatap muka pun anti. 

Permusuhan itu terus dilanjutkan bertahun panjang. Bahkan keluarga mantan suami pun ikut dimusuhi.

Ingatlah bahwa anak sangat pandai mengamati perilaku orang dewasa disekitarnya, lalu merekamnya dan kemudian mengikutinya. 

Sikap single mom seperti di atas secara tidak langsung mengajarkan kepada anak bahwa konflik harus diakhiri dengan permusuhan seumur hidup.

Beberapa pasangan yang bijak, memutuskan untuk bersikap wajar sebagai teman setelah berpisah. Mereka bahkan dapat mengisi waktu akhir pekan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun